l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Selasa, 23 Maret 2021

CERITA HOROR | KKN DI Desa Terkutuk

Kilat menyambar, kini kilat dan petir menjadi cahaya penerang kami di tengah hutan. Ku lirik ke arah jam di tanganku, pukul 12:00 masih siang, tapi kenapa seperti sudah tengah malam.

"Ndri kamu kenapa?"


Aku sama sekali tidak suka hal seperti ini, aku ingin obrolan bukan diam tak bergeming seperti ini.


"Din kita harus kembali, aku mendapat firasat kalau kita di sini tidak aman,"


"Apa kamu tidak memikirkan tentang teman kita yg lain? Mereka membutuhkan kita,"


"Dina, tapi --


"Kalau kamu tidak mau ikut mencari teman-teman yg lain, kamu boleh pulang kok, aku gak maksa kamu untuk nemenin kami, iyakan Wulan?"


Ku lirik ke arah Wulan, Wulan ... bibirnya membiru akibat kedinginan.


"Wulan, Wulan kamu kenapa?"


"Ambu, aku kangen sama Ambu, aku ingin ketemu Ambu sebelum ajal menjemput ku di sini,"


Ku gosok telapak tangan Wulan, tangannya sangat dingin.


"Wulan kamu harus kuat, kita akan keluar dari hutan ini, kita akan ketemu sama orangtua kita lagi,"


"Sudah ku katakan, kita sebaiknya pulang saja, gak usah cari teman kita lagi,"


Andri? Kenapa dia tidak peduli dengan temannya, dengan Hendri dan Amirul. Tuhan ... bantu kami, aku tidak mau teman-teman ku tiada di tempat ini, aku mau kembali dengan semua teman-teman ku.


"Dina, katakan kepada Ambu jika aku sudah tiada nanti, katakan kepadanya bahwa aku sangat menyayangi dirinya, katakan juga kepada Abah untuk menjaga Ambu dengan baik,"


"Wulan, Wulan tetap buka mata kamu, kita akan pulang setelah hujan reda. Wulan ku mohon tetap buka matamu!"


Andri turun dari rumah pohon dan berlari entah kemana, sekarang aku takut. Aku bingung harus apa, aku tidak bisa meninggalkan Wulan di sini sendirian.


Tak lama, Andri kembali dengan membawa daun pisang.


"Untuk apa?"


"Untuk menutupi Wulan, Wulan sepertinya kedinginan,"


Ya tuhan, kasihan Wulan, dia sampai menggigil karena kedinginan, wajahnya membiru, ini sepertinya bukan karena kedinginan.


"Andri lihatlah, wajah Wulan membiru, ini bukan karena kedinginan!"


Andri melihat kondisi Wulan, mulai dari tangan, hingga ke kaki dan beralih ke kepala Wulan.


"Ndri??"


Andri mencabut kayu runcing di kepala Wulan.


"Astaghfirullah!"


Andri membuangnya dan memegang kepala Wulan, ada rasa cemburu di hati Dina, saat melihat perlakuan Andri kepada Wulan.


'Aku tidak boleh egois, Wulan saat ini membutuhkan bantuan Andri.'


______


Pov Author


Dina meletakkan tangan Wulan di atas daun pisang, Dina memutar duduknya menatap ke arah pohon beringin yg berjajar.


Air mata Dina menetes, hingga akhirnya beranak sungai.


Tuhan, apa salah kami hingga kami harus berada di tempat yg mengerikan ini? Gumam Dina.


Dina melirik ke arah Wulan, Wulan masih tak sadarkan diri, sedangkan Andri, dia sedang menggosok tangan Wulan, kepala Wulan juga sudah di perban menggunakan baju Andri.


Tiba-tiba Andri sudah berada di dekat Dina.


"Kamu kenapa?"


Dina menggeleng, seraya menghapus air matanya, Dina menatap ke arah Andri dengan senyum tipis di bibirnya.


"Katakan kepadaku kenapa?" Ujar Andri kembali.


Lagi lagi Dina hanya menggeleng, sambil memutar matanya ke arah pohon-pohon besar di depan matanya.


"Ada kesedihan di manamu, dan juga ada air mata di di pelupuk matamu, jika kau ingin menangis, maka menangislah, aku tidak akan menahannya," ujar Andri.


'Bagaimana bisa aku menahan semua rasa cemburu ini, seharusnya aku sadar kalau saat ini bukanlah saat untuk bercemburu.'


Dina menghembus nafas beratnya.


"Aku khawatir dengan keadaan Wulan, dan juga teman-teman yg lain, aku takut mereka kenapa-napa,"


Andri memegang tangan Dina, mengelusnya pelan, tapi Dina malah menarik kasar tangannya.


"Jangan menyentuhku di saat kondisi tak menentu," 


Dina memutar posisi tubuhnya membelakangi Andri, Andri bingung dengan sikap Dina.


'Tuhan, kenapa aku menjadi seperti ini, buanglah rasa cemburu ini jauh-jauh dari diriku.'


Dina memejamkan matanya, berusaha menepis rasa cemburunya.


"Tolong jaga Wulan, aku mau mencari teman-teman yg lain,"


Dina turun, dan menatap sekilas ke arah Andri.


'Ku harap kamu tidak melakukan hal yg tidak di izinkan dalam agama kita.'


Dina berlari masuk ke dalam hutan dengan membawa tas ransel miliknya.


"Dina hati-hati!" Teriak Andri.


Andri berpikir, lalu melihat ke arah Wulan yg terbaring lemah.


'Aku tidak bisa membiarkan Dina pergi sendiri ke sana! Aku harus mengikutinya!'


"Wulan, Wulan sadarlah,"


"Hem, Ndri ... dimana Dina?"


"Dina pergi mencari teman-teman yg lain, Wulan aku harus mengikuti Dina, aku takut dia kenapa-napa, ku mohon kamu jangan kemana-mana sampai kami kembali,"


Wulan mengangguk mengiyakan.


"Hati-hati, bawa Dina dan yg lainnya kembali,"


Andri mengangguk, Andri turun dan akhirnya berlari menyusul Dina dalam derasnya hujan, beserta kilat dan petir yg menyambar.


Di tengah perjalanan, Andri tidak melihat Dina dimana pun.


"Perasaan baru saja Dina pergi, kenapa dia tidak terlihat sama sekali," gumam Andri.


Andri berjalan menyusuri jalan setapak, saat ini Andri pasrah, dia akan menyusuri setiap jalan setapak. Entah kemana jalan ini akan membawanya.


Tapi tiba-tiba, Andri merasa ada yg mengganjal, tadi suasana hujan, badai, kilat dan petir bersatu, tapi sekarang ... matahari menampakkan sinarnya, membuat kulit putihnya terasa panas.


Andri juga melihat bentangan sawah, dan perumahan.


"Dimana aku?"


Andri berjalan, menyusuri jalan yg kini berubah menjadi jalan batu. Andri berhenti di sebuah rumah.


"Bukannya ini rumah yg kami tempati? Kenapa aku sampai di rumah, aku ingin mencari Dina, bukan kembali ke rumah, ah ... kenapa menjadi seperti ini!"


Andri mengacak kesal rambutnya, kini dia harus kembali masuk ke dalam hutan. Tapi lagi-lagi dia kembali ke rumah.


Andri pasrah, dia pun masuk ke rumah, rumahnya tampak ramai, dan ada suara bacaan yasin.


"Siapa yg meninggal?"


Andri masuk, dan terlihat teman perempuannya sedang terbaring, dengan tubuh yg di tutup kain putih. Terdengar isak tangis dari Sulastri dan Lina.


"Hiks hiks, Ka ... kenapa kamu harus ninggalin kita!"


Lutut Andri seketika lemah, karena Cantika sudah tiada.


"Ndri, Tika udah gak ada, Tika udah tiada,"


Sulastri menangis dalam pelukan Lina.


"Dimana Hendri dan Amirul?"


"Mereka sedang membawa Amirul ke tempat Pak Suwira, karena Amirul kejang-kejang dengan mata melotot,"


Andri bangkit dan berlari ke arah rumah Pak Suwira, di sana juga terlihat banyak orang. Banyak menangis sembari mendoakan Amirul.


Terlihat Hendri yg juga khawatir dengan kondisi Amirul.


"Hend ...."


"Ndri lu udah kembali, syukurlah,"


"Hend apa yg terjadi? Kenapa Cantika dan Amirul jadi kek gini?"


"Panjang, ceritanya sangat panjang, sekarang kita harus obati Amirul, dan makamin Cantika,"


'Ternyata aku tidak lagi mimpi, Tika benar-benar meninggal, dan Dina berada di tengah hutan bersama wulan.'


Di sisi lain, Dina mengayunkan langkahnya dengan mata yg terpejam akibat merasakan sakit di kakinya.


"Aku harus berhasil mengumpulkan semua teman-teman ku yg lain!"


Dina melirik ke arah belakang, terlihat Andri berlari ke arahnya.


"Ndri, kenapa kamu ke sini, kenapa kamu tinggalin Wulan sendiri?"


Andri tidak menjawab pertanyaan Dina, dia malah menatap Dina dengan tatapan kosong.


"Kamu gimana sih, aku kan udah nyuruh kamu buat jagain Wulan, kenapa kamu malah nyusulin aku!"


Dina kembali berlari ke arah rumah pohon itu, sampai di rumah pohon, Dina tidak melihat Wulan di sana, hanya ada jejak-jejak darah yg hampir hilang karena air hujan.


"Wulan di mana kamu?" Lirih Dina.


Tiba-tiba Andri berada di samping Dina. Dina tersulut emosi karena Andri meninggalkan Wulan sendiri, dan akhirnya Wulan menghilang entah kemana.


"Kamu sih, aku kan udah nyuruh kamu buat jagain Wulan, tapi kamu malah nyusul aku, kamu gak bisa jagain amanah orang, aku benci sama kamu!"


Dina memukul tubuh Andri sembari menangis, karena kehilangan Wulan. Sedangkan Andri, dia sama sekali tidak mengelakkan dirinya dari pukulan Dina, tatapannya masih sama, kosong.


'Wulan kamu di mana?' batin Dina.


Tiba-tiba, entah nyanyian siapa, Dina mendengar suara Lingser Wengi, nyanyian itu membuat Dina merinding.


"Siapa? Siapa yg bernyanyi?" Teriak Dina.


Dina menarik rambutnya, karena kesakitan mendengar nyanyian Lingser Wengi.


"Hentikan, hentikan nyanyian itu! Ku mohon hentikan!"


Tiba-tiba pohon beringin di depan Dina tersambar petir, cabangnya patah dan menimpa Dina.


Dina memegang kepalanya, menahan sakit, darah keluar deras dari kepala Dina. Mata Dina berkunang-kunang dan akhirnya gelap, Dina pingsan karena hantaman batang kayu beringin.


#Happy_Reading💙

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

trenggalek

Definition List


Selamat datang di Blog kecil kami. sebuah catatan perjalanan yang tak pernah usai.

Unordered List

Support