SEBUT NAMAKU LASMI MAS
#PART_7
🌸🌸🌸
Teriknya mentari pagi seakan membuat mata Ujang mengerjap silau akan sinar yang menyorot langsung pada matanya. Lelaki itu berusaha mengerakkan otot-otot yang lelah karena kejadian tadi malam.
"Alhamdulillah, sudah pagi. Bagaimana pun caranya gua harus segera keluar dari hutan ini dan mencari kedua kunyuk itu!" umpatnya dalam hati.
Sekelebat bayangan hitam melesat dengan cepat. Berdesir bulu kuduk Ujang. Sebelum dia keluar dari pemakaman. Ujang menyempatkan membaca nama yang tertera pada penanda kuburan tersebut.
"Aminah binti Sardi!" Kemudian dia alihkan lagi pandangan pada batu nisan di sebelahnya.
"Husein bin Mahmud!"
Seketika bergidik seluruh tubuh Ujang seakan ada sesuatu yang datang mendekatinya.
Sserr!
"Ujang!" Suara teriakan seseorang sungguh tidak asing lagi baginya.
"Dodi! Itu suara Dodi. Gua harus ke sana cari mereka!"
Dengan kekuatan yang tersisa, Ujang mencari sumber suara dari arah jurang. Hingga dari kejauhan, dia melihat Rendi yang terbaring pingsan di sisi jurang yang hanya berjarak satu langkah saja dari lubang menganga itu.
"Bangun, Rendi! Lu ngapain tidur di sini sih?" ujarnya sambil menepuk-nepuk punggung Rendi, Ujang berusaha keras membuat Rendi tersadar.
"Uhuk ... uhuk!"
Rendi terbatuk atas perlakuan Ujang pada punggungnya. Rendi di dudukkan oleh Ujang tepat di sebelahnya.
"Lu ngapain tidur di sini begok!" Ujang yang masih kesal atas kepergian mereka berdua tanpa mengajaknya waktu itu.
"Gu-gua!" ucap Rendi sambil menahan air mata yang menyisakan trauma akan kejadian malang yang menimpa Dodi.
"Nangis mulu kayak cewek aja! Mana Dodi? Apa dia terpisah dari lu semalm?" Ujang memberondong berbagai pertanyaan kepada Rendi.
"Do-dodi mati, Jang!"
Air mata yang tertahan kini mebasahi seluruh wajahnya.
"Serius lu, Ren?" Ujang berusaha meyakinkan atas apa yang diucapkan teman satu profesinya itu.
Rendi hanya menundukkan wajahnya karena tak ingin lagi menjawab apa-apa dari Ujang. Yang jelas, makhluk itu telah membuat dia jera.
"Jang, kita harus mencari jalan keluar dan mempertanggung jawabkan perbuatan kita! Aku gak mau mati sia-sia di sini. Mungkin ini peringatan bagi kita agar tidak melakukan perbuatan tercela seperti merampok dan menghabisi nyawa orang!"
Rendi sudah tidak tahu lagi harus berkata apa demi bisa keluar dari hutan yang angker tersebut. Lelaki itu meyakini bahwa makhluk-makhluk itu masih mengintai mereka.
Perkataan adalah doa, karena itu Rendi berucap yang baik-baik saja. Hatinya berkata, jika ada yang mendengar ucapannya semoga saja bisa membantunya keluar dengan selamat.
"Di mana jasad Dodi, Ren?" Ujang yang berusaha ikhlas akan kematian temannya mencoba menyabarkan diri Rendi.
"Dia jatuh ke sana!" kata Rendi sambil menunjuk arah lubang besar yang gelap dan curam.
Lutut Ujang langsung lemas dan mulutnya bergeming. Entah apa yang ada dibenaknya.
Rendi bangkit menarik tangan temannya yang masih sedih akan kematian Dodi. Mereka akhirnya berjalan mengikuti jalan yang banyak di tumbuhi tanaman berduri. Tak ada jalan lain. Mau tidak mau jalan itulah yang paling aman untuk mereka lewati.
Siang menjelang sore matahari masih begitu menyengat. Ujang menyandarkan punggungnya di batu besar diikuti oleh Rendi. Jam tangan pun tidak berfungsi.
Jarumnya hanya berputar-putar. Lelaki itu merasakan keanehan yang luar biasa, ternayata mitos mengenai hutan angker tersebut sangatlah nyata.
Tiba-tiba saja hawa berubah begitu panas bagai di ruang tungku pembakaran. Seketika Rendi menanggalkan baju yang dia kenakan. Suhu yang tadinya dingin berubah begitu drastis. Mereka mengira matahari di atas sana kuat menyengat.
Akan tetapi, ada sosok lain berupa bulatan api yang berada di balik batu yang mereka tempati saat ini.
Bagian 6,
klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar