PERSEMBAHAN
Paper ini akan penulis persembahkan kepada:
1.
Orang
tuaku “bapak Muhanam dan ibu Miratin” yang senantiasa mengasuhku sejak kecil
dan yang selalu memberiku pelajaran berupa moral-moral kehidupan dan agama yang
sangat bermakna.
2.
KH.Bahrul
Munir yang selalu membimbing kami selama kami mencari ilmu di pesantren dan
juga memberikan ilmu yang sangat berguna.
3.
Pondokku
tercinta “Anwarul Haromain” tempatku mencari ilmu yang bermanfaat untuk
kehidupan di dunia dan akhirat.
4.
Madrasahku
“SMK Terpadu Al-Anwar” yang sangat kubanggakan dan selalu kukenang.
5.
Asatidz
dan Asatidzah yang telah mengasuh kami selama di pesantren.
6.
Keluarga
besarku yang selalu mendukungku dan memberikan motivasi dalam setiap hal.
7.
Dan juga
teman-teman seperjuangan yang telah mengajariku tentang pentingnya gotong
royong dan kerjasama.
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucap segala puji syukur kehahirat, Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper
yang berjudul : “SISTEM PEMERINTAHAN DALAM AJARAN AGAMA ISLAM” Paper ini disusun
untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu persyaratan di dalam mengikuti Ujian
Nasianal (UN) di Madrasah Aliyah Terpadu“
Al-Anwar “ Baruharjo, Durenan, Trenggalek.
Sholawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
SAW beserta keluarganya, parasahabatnya, serta para pengikutnya.
Dengan
terselesaikannya penyusunan paper ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
:
1. KH.
Bahrul Munir, selaku pengasuh pondok pesantren Anwarul Haromain
2. Bapak
Supriadi S.pd, selaku kepala sekolah madrasah Aliyah Al-Anwar.
3. Ustadzah
Dwi Septiani, selaku wali kelas XII SMK.
4. Ustadzah
Dwi Septiani, selaku pembimbing dalam penulisan paper ini.
5. Semua
pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyusun paper
ini.
Semoga
atas bantuan beliau sekalian mendapat balasan dari Alloh SWT.
Menyadari
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis yakin paper ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga
paper ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................... i
HALAMAN
PENGESAHAN.................................................................... ii
HALAMAN
MOTTO.................................................................................. iii
HALAMAN
PERSEMBAHAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 1
BAB II LANDASAN
TEORI......................................................................
A. Pengertian Sistem Pemerintahaan
Dalam Islam...............................
B. Macam-macam Sistem
Pemerintahan Dalam Islam ........................
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................... 2
A. Defenisi Sistem Pemerintahan Islam............................................. 2
B. Dasar-Dasar Pemerintahan Islam................................................... 2
C. Pendapat Ulama Tentang Sistem Pemerintahan
Islam.................. 3
BAB III PENUTUP...................................................................................... 9
A. Simpulan.................................................................................... 9
B. Saran-saran.................................................................................
C. Penutup
.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10
BIOGRAFI
PENULIS................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sistem pemerintahan
Islam adalah sistem
pemerintahan yang menggunakan
Al quran dan Sunnah
sebagai rujukan dalam
semua aspek kehidupan.
Dasar negaranya adalah
al-Quran dan al-Sunnah.
Selain berbeda dengan
sistem pemerintahan lain,
sistem ini juga
mengundang perbedaan pendapat
diantara para ulama.
Hal ini sangat menarik
untuk di bahas,
oleh karena itu
dalam makalah ini kita
membahas tentang sistem
pemerintahan Islam sehingga
kita mampu mengerti
bagaimana sistem pemerintahan
itu dari sudut
pandang Islam. ( kurang panjang)
B. Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas maka
dapat kita rumuskan
beberapa masalah, yaitu:
1. Apa
pengertian sistem pemerintahan
Islam ?
2. Apa
dasar-dasar pemerintahan Islam ?
3. Bagaimana pendapat
ulama tentang sistem
pemerintahan Islam ?
C. Tujuan
Tujuan pemakalah
menyusun makalah ini selain untuk memenuhi tugas terstruktur juga untuk
menambah wawasan pembaca tentang sistem pemerintahan menurut humum Islam. (tujuan ditambah)
D.
Jenis Penelitian
Penulis dalam penyusunan paper ini menggunakan
metode library research, yaitu pengumpulan data-data yang ada dengan
pengambilan pengetahuan atau membaca buku-buku yang tersedia diperpustakaan dan
internet research, yaitu mengambil pengetahuan dari berbagai sumber-sunber
tertentu yang ada di internet.
E.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang penulis gunakan dalm penyusunan paper ini adalah metode
dokumentasi, yaitu suatu metode yang diperoleh dari sumber tertentu yang
kemudian dianalisa dan di tarikkesimpulan.
F. Metode
Analisis Data
Adapun dalam pembahasan ini penulis
menggunakan metode :
1. Metode
deduktif yaitu metode dengan menganalisa data-data yang bersifat umum yang
ditarik pada kesimpulan data-data yang lebih khusus.
2. Metode
induktif, yaitu metode dengan mengambil kesimpulan data-data yang khusus,
kemudian di jabarkan pada kesimpulan yang lebih umum.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Sistem Pemerintahaan Dalam Islam
Sistem pemerintahan
dalam Islam adalah sistem Khilafah . Secara syar’i adalah kepemimpiman umum bagi
kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’ islami
dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Khilafah adalah imamah itu
sendiri. Khilafah adalah bentuk pemerintahan yang dinyatakan oleh hukum-hukum
syara’ agar menjadi daulah Islam sebagaimana yang didirikan oleh Rasulullah saw
di Madinah al-Munawarah, dan sebagaimana yang ditempuh oleh para sahabat yang
mulia setelah beliau. Pandangan ini dibawa oleh dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah
dan yang menjadi kesepakatan ijmak sahabat. Tidak ada yang menyelisihinya di
dalam umat ini seluruhnya kecuali orang yang dididik berdasarkan tsaqafah kafir
imperialis yang telah menghancurkan daulah Khilafah dan memecah belah negeri
kaum Muslimin.( https://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/27/sistem-pemerintahan-islam-adalah-sistem-khilafah-bukan-sistem-lainnya/)
B. Macam-macam
Sistem Pemerintahan Dalam Islam
1.
Khilafah
Yang dimaksud dengan khilafah adalah suatu susunan
pemerintahan yang diatur menurut syari’at islam. Dimana semua hal yang ada
hubungannya dengan tata pemerintahaan senantiasa berdasarkan ajaran agama islam,
yaitu Al Qur’an dan A Sunnah.
Dengan demikian, maka akan tercipta kehidupan bersama secara
teratur, penuh kemakmuran dan umat islam seluruhnya akan terasa terlindungi. Adapun
khalifah berarti pengganti Nabi Muhammad Saw sebagi kepala negara dan pimpinan
agama Khalifah ini perlu diwujudkan oleh umat islam untuk memelihara ketertiban
kehidupan bersam umat islam. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Qs. Al
An’am :55 sbb:
وكدلك
Artinya : dan
demikianlaj kami terangkan ayat-ayat Al Qur’an (supaya jelas jalan orang-orang
yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan oarang-orang yang berdosa.
Selanjutnya jika dilihat dari cangkupan wilayahnya maka
khilafah dapat dibagi menjadi dua bentuk
yaitu:1
1. Khilafah yang berskala nasional
yaitu khilafah yang berbentuk suatu negara yang memiliki wilayah tertentu
dengan batas-batas tertentu pula serta memiliki wilayah tertentudengan
batas-batas tertentu pula serta memiliki kedaulatan yang utuh dan penuh. Pada masa
lalu yang termasuk kategori ini antara
lain yaitu bani umyyah, bani abbasiyyah dan lain-lain. Sedangkan dewasa ini
dapat kita lihat sebagai khilafah antara lain saudi arabia, Yordania,
Palestina, Brunei, Darussalam dan lain-lain.
2.
Khilafah
yang berskala internasional yaitu kekuasaan umat islam sedunia yang tidak
dibatasi oleh wilayah tertentu. Jadi dimanapun terdapat umat islam, maka
disitulah terdapat areaq kekuasaannya.
)team penulis LKS Fiqih 12)
a. Khalifah
Khalifah berarti orang-orang yang
menggatikan Nabi Muhammad Saw dalam kedudukannya sebagi pemimpin agama dan
kepala negara sesudah Nabi wafat. Jadi khalifah tidak berfungsi menggatikan
Rasululloh MuhammadSaw sebagi Nabi. Khalifah pertama dalam struktur pemerintahn
islam adalah Abu Bakar Shiddiq, khalifah kedua Umar Bin Khattab, khalifah
ketiga Ustman bin Affan dan khalifah keempat sahabat utama yang mengaku jabatan
khalifah itu disebut khulafaur Rasyidin. Artinya adalah parea kepala negara
yang bijaksana.
Jabatan khalifah berikutnya dipangku oleh para pemuka dari
bani Umayyah seperti khlifah Mu’awiyah bin Abi Sofyan , Umar bin Abdul Aiz dan
lain-lain. Pada masa Abbasiyah dipegang oleh Harun Al Rasyid dan lain-lain. Adpun pimpinan negara
sesudahnya tidak dinamakan dengan khalifah tetapi bisa juga disebut sebagi
kepala negara (presiden). )team
penulis LKS Fiqih 12)
b. Majlis
Syura
menurut bahasa majlis syura artinya
tempat musyawarah. Adapun menurut istilah artinya ialah lembaga pemusyawaratan
atau badan yang ditugasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui
musyawarah. Hal ini sejalan firman Allah SWT sebagai berikut :
Artinya :
............sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka
(Asy Syura:38)
Di
indonesia majlis syura ini ada yang dijalankan oleh pemerintahan dan bersifat
kenegaraan seperti majlis permusyawaratan rakyat (MPR) dan dewan perwakilan
rakyat (DPR). DPR yang berkedudukan di ibukota negara disebut DPR pusat, DPR
yang berkedudukan di ibukota propinsi disebut DPRD Tk. I sedangkan yang berbeda
dikabupaten atau kotamadya disebut DPRD Tk. II. Selain majlis syua yang
dijalankan oleh pemerintah ada juga majlis syura dari lembaga kemasyarakatan.
Pada
zaman Rasulullah Saw belum ada majlis syura namun beliau senantiasa memberi
contoh kepada para sahabat untuk bermusyawarah dalam memecahkan berbagai
persoalan kehidupan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Sistem Pemerintahan Islam
Sistem pemerintahan dapat didefinisikan dalam 2 kategori :
1.
Definisi Sistem Pemerintahan Secara Luas
Secara luas sistem pemerintahan berarti menjaga kestabilan
masyarakat ,menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinyu, dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.
2.
Definisi Sistem Pemerintahan Secara Sempit
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana
kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara
dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal
dari rakyatnya itu sendiri
. (http://uusmobile.blogspot.co.id/2015/01/sistem-pemerintahan-dalam-islam-siyasah.html).
B. Dasar-Dasar
Pemerintahan Islam Menurut Al-Qur’an Dan Al-Hadits
Berikut dasar-dasar pemerintah Islam
yang wajib menjadi pokok pendirian negara. Dimanapun pemerintahan Islam itu di
susun, dibangun dan di zaman bagaimanapun umat Islam berada. Dasar ini selain
sesuai dengan pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin juga
terdapat dalam ayat al-Quran, yaitu:
1)
Kejujuran
dan keikhlasan serta bertanggung jawab dalam menyampaikan amanat kepada ahlinya
(rakyat) dengan tidak membeda-bedakan bangsa dan warna kulit
2)
Keadilan
yang mutlak terhadap seluruh umat manusia dalam segala sesuatu
3)
Tuhid
(mengesakan Allah), sebagaimana diperinahkan dalam ayat-ayat al-Qur’an supaya
menaati Allah dan Rasul-Nya
4)
Kedaulatan
rakyat yang dapat dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan kita taat kepada
ulil amri (wakil-wakil rakyat). Ke
empat dasar diatas sesuai dengan firman Allah Swt yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (al-Qu’ran) dan
Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’:
58-59).[1]
C. Pendapat
Ulama Tentang Sistem Pemerintahan Islam
Pandangan
ulama klasik dan pertengahan, pada dasarnya menerima keabsahan sistem
pemerintahan Islam (khilafah).
Perbedaan pendapat tentang sistem khilafah terjadi di kalangan ulama
kontemporer. Sarjana Islam pertama yang menuangkan teori politiknya mengenai
pandangan ulama tentang khilafah dalam suatu karya tulis, adalah Syihab al-Din
Ahmad Ibn Abi Rabi’ yang hidup di Baghdad semasa pemerintah Mu’tashim abad IX
Masehi. Kemudian menyusul pemikir-pemikir seperti al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali,
Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun. Mereka inilah yang kiranya dianggap cukup untuk
mewakili pemikiran politik Islam pada zaman klasik dan pertengahan.
Ibn Abi Rabi’ berpandangan tentang
khilafah, bahwa manusia satu sama lain saling memerlukan, kemudian berkumpul
dan menetap di suatu tempat. Dari proses ini maka tumbuh kota-kota yang pada
akhirnya membentuk pemerintahan (negara). Sebagai seorang ulama, Ibn Abi Rabi’
memilih sistem monarki di bawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal
dari sekian banyak bentuk pemerintahan yang ada. Untuk urusan agama, Ibn Abi
Rabi mengatakan bahwa Allah telah memberikan keistimewaan kepada raja dengan
segala keutamaan, telah memperkokoh kedudukan mereka di bumi-Nya, dan
mempercayakan hamba-hamba-Nya kepada mereka.
Adapun
al-Mawardi yang terkenal dengan perumus konsep imamah, menyatakan bahwa
khilafah diperlukan karena alasan; pertama adalah untuk merealisasi ketertiban
dan perselisihan. Menurut al-Mawardi, kata ulil amri dalam al-Quran adalah
imamah (kepemimpinan). Lebih dari itu, dalam karyanya al-Ahkam al-Sultaniyyah
al-Mawardi mengemukakan bahwa imamah atau khalifah adalah penggantian posisi
Nabi untuk menjaga kelangsungan agama dan urusan dunia. Secara tersirat bahwa
bentuk negara yang ditawarkan al-Mawardi lebih kepada teokrasi, menjadikan
agama dan Tuhan sebagai pedoman dalam bernegara. Bahwa pemerintahan merupakan
sarana untuk menegakkan hukum-hukum Allah, sehingga pelaksanaannya pun berdasar
dan dibatasi oleh kekuasaan Tuhan.
Sejalan
dengan al-Mawardi, al-Ghazali mengemukakan bahwa bentuk pemerintahan dalam
Islam adalah teokrasi atau khilafah. Sebab, kekuasaan kepala negara tidak
datang dari rakyat, melainkan dari Allah. Al-Ghazali berdalil kepada al-Quran
surat Ali Imran ayat 26 yang menyatakan:
“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki, di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
Adapun
Ibn Taimiyah menganggap bahwa mendirikan suatu negara untuk mengelola urusan
umat merupakan kewajiban agama yang paling agung, karena agama tidak mungkin
tegak tanpa negara. Alasan lain adalah Allah memerintahkan amar ma'ruf dan nahi
mungkar, serta misi atau tugas tersebut tidak mungkin dilaksanakan tanpa
kekuatan atau kekuasaan pemerintah. Lebih lanjut ia mengatakan, pemerintahan
pada masa Nabi dinamakan khilafah dan sesudahnya disebut dengan istilah
kerajaan. Meskipun demikian, Ibn Taimiyah tetap membolehkan kerajaan dengan
istilah khilafah (jawaz tasmiyyah al-muluk khulafa). Dengan kata lain,
raja-raja yang berkuasa boleh menggunakan istilah atau gelar khalifah. Hal ini
karena menurut Ibn Taimiyah yang penting ada seorang pemimpin negara ketimbang
tidak ada, meskipun bentuknya kerajaan asalkan para pemimpinnya menjaga agama
dan keadilan.
Jika
ulama klasik dan pertengahan lebih banyak memberikan pandangan tentang khilafah
kepada usaha perbaikan dan saran-saran terhadap pemerintahan yang sudah ada,
menjelang akhir abad XIX atau yang dikenal masa kontemporer pemikiran politik
Islam mulai mengalami pergeseran yang signifikan dan berkembanglah pluralitas
pemikiran tentang sistem khilafah. Munculnya pemikiran politik Islam
kontemporer, banyak dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, faktor
kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan faktor-faktor internal,
dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharauan dan pemurnian Islam.
Kedua, karena hegemoni Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah
dunia Islam yang berujung dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara
Barat atas sebagian besar wilayah dunia Islam, hingga runtuhnya kekhilafahan
Turkni Utsmani. Ketiga, karena keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi,
organisasi dan politik.
Misalnya
Jamaluddin al-Afghani yang menyerukan bahwa dalam usaha pemurnian akidah dan
ajaran Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam, perlu dibentuk suatu
ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah Islamiyah) atau
Pan-Islamisme. Jami’ah tersebut dibangun atas solidaritas akidah Islam, dengan
tujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam untuk menentang sistem
pemerintahan (di negeri sendiri) yang despotik dan mengantinya dengan sistem
pemerintahan yang diajarkan Islam, juga menentang kolonialisme dan dominasi
Barat, termasuk juga menentang sistem pemerintahan Utsmaniah yang absolut.
Demikian juga dengan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tetapi ada yang menarik
dari gagasan Abduh terhadap sistem khilafah. Tidak ada salahnya umat Islam
berkiblat kepada Barat dalam pola pemerintahan, jika pola tersebut tidak secara
jelas dilarang oleh al-Quran maupun sunnah. Artinya, pemerintahan Islam tidak
harus berbentuk khilafah, tapi boleh republik jika dipandang lebih baik.
Gagasan
yang hampir sejalan adalah Husain Haikal. Menurut Haikal prinsip-prinsip dasar
kehidupan kemasyarakatan yang diberikan oleh al-Quran dan sunah tidak ada yang
langsung berkaitan dengan kekhalifahan. Kehidupan bernegara bagi umat Islam itu
baru mulai pada waktu Nabi berhijrah dan menetap di Madinah. Nabi mulai
meletakkan ketentuan-ketentuan dasar bagi kehidupan keluarga, pembagian waris,
usaha dan jual beli. Ayat-ayat yang diwahyukan dalam periode Makkah terbatas
pada ajakan untuk menegaskan Tuhan dan keimanan, serta nilai-nilai kemanusiaan
yang tinggi. Bahkan ketentuan-ketentuan dasar tentang kehidupan bermasyarakat,
kehidupan ekonomi dan budi pekerti tersebut belum menyentuh secara rinci
dasar-dasar bagi kehidupan bernegara, apalagi langsung menyinggung sistem pemerintahan.
Pandangan
Abduh ini kiranya yang mendorong sahabat dan muridnya cenderung ke arah paham
nasionalisme dan sekularisme seperti Lutfi Sayyid, Thaha Husaen dan Ali Abd
al-Raziq. Bahkan Abdul Raziq mempertanyakan dasar anggapan bahwa mendirikan
pemerintahan dengan pola khilafah merupakan keharusan agama. Apabila ditinjau
dari segi agama maupun rasio, pola pemerintahan khilafah itu tidak relevan.
Raziq membedakan antara misi kenabian dengan pemerintahan. Misi kenabian
bukanlah pemerintahan dan agama itu bukan negara dan harus dibedakan mana yang
Islam dan mana yang Arab, mana yang agama dan mana yang politik. Raziq tidak
sependapat dengan kebanyakan ulama yang menyatakan bahwa mendirikan khilafah
merupakan suatu kewajiban, dan tidak ada satupun dasar yang mewajibkan itu,
baik al- Quran, hadis maupun ijma’.
Sementara
pemikir politik Islam lain seperti Maududi berpendapat bahwa Islam adalah suatu
agama yang paripurna, yang mengatur segala aspek kehidupan, dan mendirikan
khilafah Islam merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Demikian juga
pendapat Rasyid Ridha, Hasan al-Bana maupun Sayyid Qutb. Secara umum,
teori-teori pemerintahan yang mereka ajukan terdapat kesamaan, misalnya bahwa
pola pemerintahan Islam adalah universal yang tidak mengenal batas-batas dan
ikatan-ikatan geografis, bahasa maupun kebangsaan.
Maududi
kemudian mengajukan gagasan-gagasan politiknya secara lebih rinci, seperti
teori kedaulatan. Menurut Maududi, dalam sistem khilafah kedaulatan tertinggi
adalah milik Allah, bukan pada rakyat atau yang lazim disebut demokrasi, tetapi
lebih tepat disebut teokrasi meskipun tidak sama dengan teokrasi di Eropa.
Manusia hanyalah pelaksana kedaulatan tersebut, dengan membentuk badan-badan
pemerintah. Pmerintahan hendaknya dilakukan oleh tiga lembaga, yaitu: badan
legislatif, eksekutif dan judikatif. Jabatan kepala negara, menurut Maududi
idealnya diduduki oleh orang yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu seperti:
beragama Islam, laki-laki, dewasa, sehat fisik dan mental, warga negara yang
terbaik, shaleh, dan kuat komitmennya kepada Islam.
Hampir
sejalan dengan al-Maududi, Taqiyuddin al-Nabhani yang memandang bahwa untuk
mengatur kehidupan politik umat Islam tidak perlu bahkan tidak boleh meniru
pola lain, dan supaya kembali pelaksanaan yang murni dari ajaran Islam, yaitu
kembali kepada pola zaman al-Khulafa’ al-Rasyidin. Taqiyuddin menganggap bahwa
implementasi syariat sangat penting bagi pemulihan cara hidup Islami dan negara
merupakan syarat yang niscaya untuk mencapai tujuan ini. Bentuk negaranya
adalah khilafah. Sesuai karakteristik Islam yang universal itu, maka sistem
khilafah harus supra nasional, dan tidak mengakui pengkotak-kotakan yang
berdasarkan faktor geografis, suku, etnik dan kebangsaan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari sedikit pembahasan di atas
tentang sistem pemerintahan Islam atau yang sering di sebut dengan Khilafah
merupakan suatu susunan pemerinahan yang diatur menurut ajaran agama Islam.
Sistem pemerintahan Islam merupakan suatu perintah dari Allah swt. Maka jelaslah
hukumnya adalah wajib yang dikuatkan dengan dalil al-Quran dan al-Hadist
0 komentar:
Posting Komentar