l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Sabtu, 17 April 2021

Makalah Sistem Pemerintahan Dalam Islam

  

PERSEMBAHAN

      Paper ini akan penulis persembahkan kepada:

1.      Orang tuaku “bapak Muhanam dan ibu Miratin” yang senantiasa mengasuhku sejak kecil dan yang selalu memberiku pelajaran berupa moral-moral kehidupan dan agama yang sangat bermakna.

2.      KH.Bahrul Munir yang selalu membimbing kami selama kami mencari ilmu di pesantren dan juga memberikan ilmu yang sangat berguna.

3.      Pondokku tercinta “Anwarul Haromain” tempatku mencari ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat.

4.      Madrasahku “SMK Terpadu Al-Anwar” yang sangat kubanggakan dan selalu kukenang.

5.      Asatidz dan Asatidzah yang telah mengasuh kami selama di pesantren.

6.      Keluarga besarku yang selalu mendukungku dan memberikan motivasi dalam setiap hal.

7.      Dan juga teman-teman seperjuangan yang telah mengajariku tentang pentingnya gotong royong dan kerjasama.

 


 

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap segala puji syukur kehahirat, Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul : “SISTEM PEMERINTAHAN DALAM AJARAN AGAMA ISLAM” Paper ini disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu persyaratan di dalam mengikuti Ujian Nasianal (UN) di Madrasah  Aliyah Terpadu“ Al-Anwar “ Baruharjo, Durenan, Trenggalek.

Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarganya, parasahabatnya, serta para pengikutnya.

Dengan terselesaikannya penyusunan paper ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.      KH. Bahrul Munir, selaku pengasuh pondok pesantren Anwarul Haromain

2.      Bapak Supriadi S.pd, selaku kepala sekolah madrasah Aliyah Al-Anwar.

3.      Ustadzah Dwi Septiani, selaku wali kelas XII SMK.

4.      Ustadzah Dwi Septiani, selaku pembimbing dalam penulisan paper ini.

5.      Semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyusun paper ini.

Semoga atas bantuan beliau sekalian mendapat balasan dari Alloh SWT.

Menyadari keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis yakin paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga paper ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL...................................................................................          i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................               ii

HALAMAN MOTTO..................................................................................          iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................        iv

KATA PENGANTAR................................................................................          v

DAFTAR ISI...............................................................................................          vi

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................          1

A.  Latar Belakang...............................................................................          1

B.  Rumusan Masalah..........................................................................          1

C.  Tujuan............................................................................................          1

           

BAB II LANDASAN TEORI......................................................................

A.  Pengertian Sistem Pemerintahaan Dalam Islam...............................

B.  Macam-macam Sistem Pemerintahan Dalam Islam ........................

 

BAB III PEMBAHASAN..........................................................................          2

A.  Defenisi Sistem Pemerintahan Islam.............................................          2

B.  Dasar-Dasar Pemerintahan Islam...................................................          2

C.  Pendapat Ulama Tentang Sistem Pemerintahan Islam..................          3

 

 

BAB III PENUTUP......................................................................................          9

A.    Simpulan....................................................................................          9

B.     Saran-saran.................................................................................

C.     Penutup .....................................................................................

 

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................          10

BIOGRAFI PENULIS.................................................................................             11

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

 

Sistem  pemerintahan  Islam  adalah  sistem  pemerintahan  yang  menggunakan  Al quran  dan  Sunnah  sebagai  rujukan  dalam  semua  aspek  kehidupan.  Dasar  negaranya  adalah  al-Quran  dan  al-Sunnah.  Selain  berbeda  dengan  sistem  pemerintahan  lain,  sistem  ini  juga  mengundang  perbedaan  pendapat  diantara  para  ulama.  Hal ini  sangat  menarik  untuk  di  bahas,  oleh  karena  itu  dalam makalah  ini  kita  membahas  tentang  sistem  pemerintahan  Islam  sehingga  kita  mampu  mengerti  bagaimana  sistem  pemerintahan  itu  dari  sudut  pandang  Islam.  ( kurang panjang)

 

B.     Rumusan Masalah

Dari  latar  belakang  diatas  maka  dapat  kita  rumuskan  beberapa  masalah,  yaitu:

1.      Apa  pengertian  sistem  pemerintahan  Islam ?

2.      Apa  dasar-dasar  pemerintahan  Islam ?

3.      Bagaimana  pendapat  ulama  tentang  sistem  pemerintahan  Islam ?

 


C.    Tujuan

Tujuan pemakalah menyusun makalah ini selain untuk memenuhi tugas terstruktur juga untuk menambah wawasan pembaca tentang sistem pemerintahan menurut humum Islam. (tujuan ditambah)

D.    Jenis Penelitian

Penulis dalam penyusunan paper ini menggunakan metode library research, yaitu pengumpulan data-data yang ada dengan pengambilan pengetahuan atau membaca buku-buku yang tersedia diperpustakaan dan internet research, yaitu mengambil pengetahuan dari berbagai sumber-sunber tertentu yang ada di internet.

E.     Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalm penyusunan paper ini adalah metode dokumentasi, yaitu suatu metode yang diperoleh dari sumber tertentu yang kemudian dianalisa dan di tarikkesimpulan.

F.   Metode Analisis Data

Adapun dalam pembahasan ini penulis menggunakan metode :

1.      Metode deduktif yaitu metode dengan menganalisa data-data yang bersifat umum yang ditarik pada kesimpulan data-data yang lebih khusus.

2.      Metode induktif, yaitu metode dengan mengambil kesimpulan data-data yang khusus, kemudian di jabarkan pada kesimpulan yang lebih umum.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

LANDASAN TEORI

 

A.  Pengertian Sistem Pemerintahaan Dalam Islam

Sistem pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah . Secara syar’i adalah kepemimpiman umum bagi kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syara’ islami dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Khilafah adalah imamah itu sendiri. Khilafah adalah bentuk pemerintahan yang dinyatakan oleh hukum-hukum syara’ agar menjadi daulah Islam sebagaimana yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah al-Munawarah, dan sebagaimana yang ditempuh oleh para sahabat yang mulia setelah beliau. Pandangan ini dibawa oleh dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah dan yang menjadi kesepakatan ijmak sahabat. Tidak ada yang menyelisihinya di dalam umat ini seluruhnya kecuali orang yang dididik berdasarkan tsaqafah kafir imperialis yang telah menghancurkan daulah Khilafah dan memecah belah negeri kaum Muslimin.( https://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/27/sistem-pemerintahan-islam-adalah-sistem-khilafah-bukan-sistem-lainnya/)

 

 

 

 

 

 

B.  Macam-macam Sistem Pemerintahan Dalam Islam

1.      Khilafah

Yang dimaksud dengan khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut syari’at islam. Dimana semua hal yang ada hubungannya dengan tata pemerintahaan senantiasa berdasarkan ajaran agama islam, yaitu Al Qur’an dan A Sunnah.

Dengan demikian, maka akan tercipta kehidupan bersama secara teratur, penuh kemakmuran dan umat islam seluruhnya akan terasa terlindungi. Adapun khalifah berarti pengganti Nabi Muhammad Saw sebagi kepala negara dan pimpinan agama Khalifah ini perlu diwujudkan oleh umat islam untuk memelihara ketertiban kehidupan bersam umat islam. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Qs. Al An’am :55 sbb:

وكدلك

Artinya : dan demikianlaj kami terangkan ayat-ayat Al Qur’an (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan oarang-orang yang berdosa.

Selanjutnya jika dilihat dari cangkupan wilayahnya maka khilafah dapat dibagi menjadi dua bentuk  yaitu:1

1.    Khilafah yang berskala nasional yaitu khilafah yang berbentuk suatu negara yang memiliki wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu pula serta memiliki wilayah tertentudengan batas-batas tertentu pula serta memiliki kedaulatan yang utuh dan penuh. Pada masa lalu yang termasuk kategori  ini antara lain yaitu bani umyyah, bani abbasiyyah dan lain-lain. Sedangkan dewasa ini dapat kita lihat sebagai khilafah antara lain saudi arabia, Yordania, Palestina, Brunei, Darussalam dan lain-lain.

2.    Khilafah yang berskala internasional yaitu kekuasaan umat islam sedunia yang tidak dibatasi oleh wilayah tertentu. Jadi dimanapun terdapat umat islam, maka disitulah terdapat areaq kekuasaannya.

)team penulis LKS Fiqih 12)

 

a.    Khalifah

Khalifah berarti orang-orang yang menggatikan Nabi Muhammad Saw dalam kedudukannya sebagi pemimpin agama dan kepala negara sesudah Nabi wafat. Jadi khalifah tidak berfungsi menggatikan Rasululloh MuhammadSaw sebagi Nabi. Khalifah pertama dalam struktur pemerintahn islam adalah Abu Bakar Shiddiq, khalifah kedua Umar Bin Khattab, khalifah ketiga Ustman bin Affan dan khalifah keempat sahabat utama yang mengaku jabatan khalifah itu disebut khulafaur Rasyidin. Artinya adalah parea kepala negara yang bijaksana.

Jabatan khalifah berikutnya dipangku oleh para pemuka dari bani Umayyah seperti khlifah Mu’awiyah bin Abi Sofyan , Umar bin Abdul Aiz dan lain-lain. Pada masa Abbasiyah dipegang oleh Harun Al Rasyid  dan lain-lain. Adpun pimpinan negara sesudahnya tidak dinamakan dengan khalifah tetapi bisa juga disebut sebagi kepala negara (presiden). )team penulis LKS Fiqih 12)

 

 

 

b.   Majlis Syura

menurut bahasa majlis syura artinya tempat musyawarah. Adapun menurut istilah artinya ialah lembaga pemusyawaratan atau badan yang ditugasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui musyawarah. Hal ini sejalan firman Allah SWT sebagai berikut :

Artinya : ............sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka (Asy Syura:38)

              Di indonesia majlis syura ini ada yang dijalankan oleh pemerintahan dan bersifat kenegaraan seperti majlis permusyawaratan rakyat (MPR) dan dewan perwakilan rakyat (DPR). DPR yang berkedudukan di ibukota negara disebut DPR pusat, DPR yang berkedudukan di ibukota propinsi disebut DPRD Tk. I sedangkan yang berbeda dikabupaten atau kotamadya disebut DPRD Tk. II. Selain majlis syua yang dijalankan oleh pemerintah ada juga majlis syura dari lembaga kemasyarakatan.

Pada zaman Rasulullah Saw belum ada majlis syura namun beliau senantiasa memberi contoh kepada para sahabat untuk bermusyawarah dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

A.    Defenisi  Sistem  Pemerintahan  Islam

Sistem pemerintahan dapat didefinisikan dalam 2 kategori :

1.    Definisi Sistem Pemerintahan Secara Luas

Secara luas sistem pemerintahan berarti menjaga kestabilan masyarakat ,menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinyu, dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.

2.  Definisi Sistem Pemerintahan Secara Sempit

Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri

. (http://uusmobile.blogspot.co.id/2015/01/sistem-pemerintahan-dalam-islam-siyasah.html).

 

B.     Dasar-Dasar Pemerintahan Islam Menurut Al-Qur’an Dan Al-Hadits

 

Berikut dasar-dasar pemerintah Islam yang wajib menjadi pokok pendirian negara. Dimanapun pemerintahan Islam itu di susun, dibangun dan di zaman bagaimanapun umat Islam berada. Dasar ini selain sesuai dengan pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin juga terdapat dalam ayat al-Quran, yaitu:

1)      Kejujuran dan keikhlasan serta bertanggung jawab dalam menyampaikan amanat kepada ahlinya (rakyat) dengan tidak membeda-bedakan bangsa dan warna kulit

2)      Keadilan yang mutlak terhadap seluruh umat manusia dalam segala sesuatu

3)      Tuhid (mengesakan Allah), sebagaimana diperinahkan dalam ayat-ayat al-Qur’an supaya menaati Allah dan Rasul-Nya

4)      Kedaulatan rakyat yang dapat dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan kita taat kepada ulil amri (wakil-wakil rakyat). Ke empat dasar diatas sesuai dengan firman Allah Swt yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qu’ran) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 58-59).[1]

 

C.    Pendapat Ulama Tentang Sistem Pemerintahan Islam

 

Pandangan ulama klasik dan pertengahan, pada dasarnya menerima keabsahan sistem pemerintahan Islam (khilafah). Perbedaan pendapat tentang sistem khilafah terjadi di kalangan ulama kontemporer. Sarjana Islam pertama yang menuangkan teori politiknya mengenai pandangan ulama tentang khilafah dalam suatu karya tulis, adalah Syihab al-Din Ahmad Ibn Abi Rabi’ yang hidup di Baghdad semasa pemerintah Mu’tashim abad IX Masehi. Kemudian menyusul pemikir-pemikir seperti al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali, Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun. Mereka inilah yang kiranya dianggap cukup untuk mewakili pemikiran politik Islam pada zaman klasik dan pertengahan.

Ibn Abi Rabi’ berpandangan tentang khilafah, bahwa manusia satu sama lain saling memerlukan, kemudian berkumpul dan menetap di suatu tempat. Dari proses ini maka tumbuh kota-kota yang pada akhirnya membentuk pemerintahan (negara). Sebagai seorang ulama, Ibn Abi Rabi’ memilih sistem monarki di bawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal dari sekian banyak bentuk pemerintahan yang ada. Untuk urusan agama, Ibn Abi Rabi mengatakan bahwa Allah telah memberikan keistimewaan kepada raja dengan segala keutamaan, telah memperkokoh kedudukan mereka di bumi-Nya, dan mempercayakan hamba-hamba-Nya kepada mereka.

 

Adapun al-Mawardi yang terkenal dengan perumus konsep imamah, menyatakan bahwa khilafah diperlukan karena alasan; pertama adalah untuk merealisasi ketertiban dan perselisihan. Menurut al-Mawardi, kata ulil amri dalam al-Quran adalah imamah (kepemimpinan). Lebih dari itu, dalam karyanya al-Ahkam al-Sultaniyyah al-Mawardi mengemukakan bahwa imamah atau khalifah adalah penggantian posisi Nabi untuk menjaga kelangsungan agama dan urusan dunia. Secara tersirat bahwa bentuk negara yang ditawarkan al-Mawardi lebih kepada teokrasi, menjadikan agama dan Tuhan sebagai pedoman dalam bernegara. Bahwa pemerintahan merupakan sarana untuk menegakkan hukum-hukum Allah, sehingga pelaksanaannya pun berdasar dan dibatasi oleh kekuasaan Tuhan.

 

Sejalan dengan al-Mawardi, al-Ghazali mengemukakan bahwa bentuk pemerintahan dalam Islam adalah teokrasi atau khilafah. Sebab, kekuasaan kepala negara tidak datang dari rakyat, melainkan dari Allah. Al-Ghazali berdalil kepada al-Quran surat Ali Imran ayat 26 yang menyatakan:

“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki, di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

 

Adapun Ibn Taimiyah menganggap bahwa mendirikan suatu negara untuk mengelola urusan umat merupakan kewajiban agama yang paling agung, karena agama tidak mungkin tegak tanpa negara. Alasan lain adalah Allah memerintahkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, serta misi atau tugas tersebut tidak mungkin dilaksanakan tanpa kekuatan atau kekuasaan pemerintah. Lebih lanjut ia mengatakan, pemerintahan pada masa Nabi dinamakan khilafah dan sesudahnya disebut dengan istilah kerajaan. Meskipun demikian, Ibn Taimiyah tetap membolehkan kerajaan dengan istilah khilafah (jawaz tasmiyyah al-muluk khulafa). Dengan kata lain, raja-raja yang berkuasa boleh menggunakan istilah atau gelar khalifah. Hal ini karena menurut Ibn Taimiyah yang penting ada seorang pemimpin negara ketimbang tidak ada, meskipun bentuknya kerajaan asalkan para pemimpinnya menjaga agama dan keadilan.

 

Jika ulama klasik dan pertengahan lebih banyak memberikan pandangan tentang khilafah kepada usaha perbaikan dan saran-saran terhadap pemerintahan yang sudah ada, menjelang akhir abad XIX atau yang dikenal masa kontemporer pemikiran politik Islam mulai mengalami pergeseran yang signifikan dan berkembanglah pluralitas pemikiran tentang sistem khilafah. Munculnya pemikiran politik Islam kontemporer, banyak dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, faktor kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan faktor-faktor internal, dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharauan dan pemurnian Islam. Kedua, karena hegemoni Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang berujung dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat atas sebagian besar wilayah dunia Islam, hingga runtuhnya kekhilafahan Turkni Utsmani. Ketiga, karena keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi, organisasi dan politik.

 

Misalnya Jamaluddin al-Afghani yang menyerukan bahwa dalam usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam, perlu dibentuk suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah Islamiyah) atau Pan-Islamisme. Jami’ah tersebut dibangun atas solidaritas akidah Islam, dengan tujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam untuk menentang sistem pemerintahan (di negeri sendiri) yang despotik dan mengantinya dengan sistem pemerintahan yang diajarkan Islam, juga menentang kolonialisme dan dominasi Barat, termasuk juga menentang sistem pemerintahan Utsmaniah yang absolut. Demikian juga dengan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Tetapi ada yang menarik dari gagasan Abduh terhadap sistem khilafah. Tidak ada salahnya umat Islam berkiblat kepada Barat dalam pola pemerintahan, jika pola tersebut tidak secara jelas dilarang oleh al-Quran maupun sunnah. Artinya, pemerintahan Islam tidak harus berbentuk khilafah, tapi boleh republik jika dipandang lebih baik.

 

Gagasan yang hampir sejalan adalah Husain Haikal. Menurut Haikal prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang diberikan oleh al-Quran dan sunah tidak ada yang langsung berkaitan dengan kekhalifahan. Kehidupan bernegara bagi umat Islam itu baru mulai pada waktu Nabi berhijrah dan menetap di Madinah. Nabi mulai meletakkan ketentuan-ketentuan dasar bagi kehidupan keluarga, pembagian waris, usaha dan jual beli. Ayat-ayat yang diwahyukan dalam periode Makkah terbatas pada ajakan untuk menegaskan Tuhan dan keimanan, serta nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Bahkan ketentuan-ketentuan dasar tentang kehidupan bermasyarakat, kehidupan ekonomi dan budi pekerti tersebut belum menyentuh secara rinci dasar-dasar bagi kehidupan bernegara, apalagi langsung menyinggung sistem pemerintahan.

 

Pandangan Abduh ini kiranya yang mendorong sahabat dan muridnya cenderung ke arah paham nasionalisme dan sekularisme seperti Lutfi Sayyid, Thaha Husaen dan Ali Abd al-Raziq. Bahkan Abdul Raziq mempertanyakan dasar anggapan bahwa mendirikan pemerintahan dengan pola khilafah merupakan keharusan agama. Apabila ditinjau dari segi agama maupun rasio, pola pemerintahan khilafah itu tidak relevan. Raziq membedakan antara misi kenabian dengan pemerintahan. Misi kenabian bukanlah pemerintahan dan agama itu bukan negara dan harus dibedakan mana yang Islam dan mana yang Arab, mana yang agama dan mana yang politik. Raziq tidak sependapat dengan kebanyakan ulama yang menyatakan bahwa mendirikan khilafah merupakan suatu kewajiban, dan tidak ada satupun dasar yang mewajibkan itu, baik al- Quran, hadis maupun ijma’.

Sementara pemikir politik Islam lain seperti Maududi berpendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang paripurna, yang mengatur segala aspek kehidupan, dan mendirikan khilafah Islam merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Demikian juga pendapat Rasyid Ridha, Hasan al-Bana maupun Sayyid Qutb. Secara umum, teori-teori pemerintahan yang mereka ajukan terdapat kesamaan, misalnya bahwa pola pemerintahan Islam adalah universal yang tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografis, bahasa maupun kebangsaan.

 

Maududi kemudian mengajukan gagasan-gagasan politiknya secara lebih rinci, seperti teori kedaulatan. Menurut Maududi, dalam sistem khilafah kedaulatan tertinggi adalah milik Allah, bukan pada rakyat atau yang lazim disebut demokrasi, tetapi lebih tepat disebut teokrasi meskipun tidak sama dengan teokrasi di Eropa. Manusia hanyalah pelaksana kedaulatan tersebut, dengan membentuk badan-badan pemerintah. Pmerintahan hendaknya dilakukan oleh tiga lembaga, yaitu: badan legislatif, eksekutif dan judikatif. Jabatan kepala negara, menurut Maududi idealnya diduduki oleh orang yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu seperti: beragama Islam, laki-laki, dewasa, sehat fisik dan mental, warga negara yang terbaik, shaleh, dan kuat komitmennya kepada Islam.

 

Hampir sejalan dengan al-Maududi, Taqiyuddin al-Nabhani yang memandang bahwa untuk mengatur kehidupan politik umat Islam tidak perlu bahkan tidak boleh meniru pola lain, dan supaya kembali pelaksanaan yang murni dari ajaran Islam, yaitu kembali kepada pola zaman al-Khulafa’ al-Rasyidin. Taqiyuddin menganggap bahwa implementasi syariat sangat penting bagi pemulihan cara hidup Islami dan negara merupakan syarat yang niscaya untuk mencapai tujuan ini. Bentuk negaranya adalah khilafah. Sesuai karakteristik Islam yang universal itu, maka sistem khilafah harus supra nasional, dan tidak mengakui pengkotak-kotakan yang berdasarkan faktor geografis, suku, etnik dan kebangsaan.

 


BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Dari sedikit pembahasan di atas tentang sistem pemerintahan Islam atau yang sering di sebut dengan Khilafah merupakan suatu susunan pemerinahan yang diatur menurut ajaran agama Islam. Sistem pemerintahan Islam merupakan suatu perintah dari Allah swt. Maka jelaslah hukumnya adalah wajib yang dikuatkan dengan dalil al-Quran dan al-Hadist



 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

trenggalek

Definition List


Selamat datang di Blog kecil kami. sebuah catatan perjalanan yang tak pernah usai.

Unordered List

Support