l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Jumat, 11 Mei 2012

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI TRENGGALEK TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.makalah ini akan membahas tentang unsure instrinsik dan ekstrinsik dari sebuah novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Laporan buku ini diwujudkan guna memenuhi tugas dosen. Tidak lupa kami ucakan terima kasih kepada dosen mata kuliah Prosa Fiksi Dan Drama yang telah banyak membimbing sehingga kami dapat menyelesaikan menyusun makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa buku ini banyak kekurangan serta kelemahan, kami sangat berharap adanya kritikan maupun saran untuk kemajuan dan perbaikan kearah selanjutnya. Trenggalek, Maret 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Pendahuluan Pembahasan A. Unsur Intrinsik a) Tokoh dan penokohan b) Setting c) Alur/ plot d) Point of View e) Amanat f) Tema g) Bahasa B. Unsur Ekstrinsik a) Pengarang b) Pembaca c) Masyarakat Penutup PENDAHULUAN Orang tua / guru sangat berperan penting di dalam proses pembentukan kepribadian anak. Sebagai orang tua yang baik, tidak hanya materi yang berlimpah dan perlengkapan permainan yang mewah sebagai wujud sayang kepada anak, melainkan sedikit teguran yang diimbangi dengan pujian itu adalah cara yang terbaik untuk pertumbuhannya. Supaya terbentuk kepribadian yang mandiri dan mampu hidup bersosial. Dalam novel karya Nh. Dini (PERTEMUAN DUA HATI) ini, menceritakan tentang perjuangan seorang guru SD (Bu Suci) yang mempertahankan murid sukarnya (Waskito) supaya tidak dikeluarkan dari sekolah. Dia bermaksud untuk merubah kebiasaan waskito yang dianggap sebagai murid jahat dikelasnya. Berkat keuletan Bu Suci akhirnya warsito berhasil dibimbing kearah yang benar. Tugas kita sebagai seorang guru bukan hanya menyampaikan pelajaran saja, dan tugas dianggap selesai jika semua pelajaran sudah disampaikan dengan tuntas,melainkan sebagai seorang guru / pendidik juga berkewajiban membimbing dan mengarahkan peserta didik kita kearah yang benar, agar tercipta kepribadian yang dapat menjaga dirinya sendiri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Guru yang baik yaitu guru yang mampu membagi waktu, waktu untuk keluarga dan waktu untuk tugasny sebagai guru. Dan tidak mencampurkan antara urusan rumah tangga dengan urusan sekolah. Semoga makalah kecil ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua sebagai calon-calon tenaga pendidik/ guru. PEMBAHASAN PROSA FIKSI Pengertian : Prosa Fiksi yaitu Cerita rekaan (cerita yang direka / kebenarannya sudah dirubah dengan gaya bahasa pengarang/ imajinasi, yang mempunyai tokoh dan jalan cerita. Cara penyampaiannya melalui bahasa (bahasanya berbentuk bahasa tulis). Dalam prosa fiksi, terdapat beberapa unsure yang membangun sebuah prosa fiksi. Unsur-unsur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Unsur Instrinsik a. Tokoh dan penokohan b. Setting c. Alur d. Point of fiew e. Amanat f. Tema g. bahasa 2. Unsur Ekstrinsik a. pengarang b. pembaca c. masyarakat Dibawah ini kami telah menulis mengenai unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang terkandung didalam novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Dalam novel ini dikisahkan Aku (Bu Suci) sebagai peran utama. Diceritakan Bu Suci selain sebagai ibu rumah tangga yang dikaruniai 3 orang anak dan seorang suami dia juga menjadi seorang pengajar di salah satu SD di kota kecil Purwodadi. Karena mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan dikota Semarang, ia memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya yang lama dan akhirnya mendapat pekerjaan di kota Semarang tempat ia dan keluarganya tinggal sekarang. Pekerjaan yang sama,yaitu sebagai guru SD dikota Semarang. Dari sinilah jalan cerita dimulai. Hingga cerita berakhir (Happy ending). A. Unsur Instrinsik a) Tokoh dan penokohan (Pelaku dalam cerita) 1. Aku (Bu Suci) 2. Bapak (ayahnya Bu Suci) 3. Suaminya Bu Suci 4. Tiga (3) anak Bu Suci 5. Uwak 6. Istri RT 7. Kepala Sekolah SD di salah satu Kota Semarang 8. Waskito 9. Kakek dan Nenek Waskito 10. Guru agama 11. Murid-murid SD kota Semarang  Ditinjau dari wataknya  Aku (Bu Suci) : Baik,tanggung jawab terhadap tugas,penuh dengan kasih sayang  Bapak (ayahnya Bu Suci) : tegas dalam mendidik anak  Suaminya Bu Suci : perhatian,pengertian  Tiga (3) anak Bu Suci : penurut  Anak 1=perempuan : lembut,cepat mengerti  Anak 2= laki-laki : diceritakan mengidap penyakit ayan  Anak 3= laki-laki(masih balita)  Uwak : sabar,penuh kasih sayang  Isteri RT : ramah  Kepala Sekolah SD Kota Semarang : tegas,berwibawa  Waskito : pendiam,cenderung pemarah  Kakek dan Nenek Waskito : penyabar,ramah  Guru agama : mudah menyesuaikan diri,baik  Bu De Waskito : baik,perhatian kepada anak  Murid-murid SD kota Semerang : patuh terhadap guru  Ditinjau dari peranannya  Tokoh utama => Aku(Bu Suci), Waskito  Tokoh sampingan(tokoh tambahan yang melengkapi tokoh utama) => Bapak (ayahnya Bu Suci), Suaminya Bu Suci, Tiga (3) anak Bu Suci, Uwak, Isteri RT, Kepala Sekolah SD Kota Semarang, Kakek dan Nenek Waskito, Guru agama, rekan-rekan guru Bu Suci, Murid-murid SD kota Semerang.  Ditinjau dari karakter  Tokoh bulat (tokoh kompleks) / tokoh yang mempunyai banyak permasalahan. => Aku(Bu Suci), Waskito, Nenek Waskito  Tokoh yang sederhana (non kompleks) => suami Bu Suci Sedangkan dalam cara dramatik, dalam melukiskan tokoh-tokohnya (karakterisasi) tidak dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui beberapa cara. : i. Melukiskan keadaan sekitar tokoh Kesimpulan kami sebagai berikut: “Bu Suci dan keluarganya menempati rumah kontrakan di Purwodadi. Rumah itu tidat terlalu besar tetapi cukup bila ditempati mereka berlima. Dengan dua kamar dan pekarangan yang tidak terlalu besar. Lingkungan rumah yang nyaman,penduduk saling mengenal,rata-rata mempunyai tingkat hidup setaraf. Tempat tinggal sesuai dengan yang mereka dambakan,meskipun terletak dipinggiran kota, yang terpenting yaitu dekat dengan sekolah dan pasar, sebab itu menjadi prioritas utama. ii. Melukiskan reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama Misalnya kutipan dari hal.33 alinia 1 “…………dia menganggapku terlalu bersemangat memikirkan nasib anak didikku satu demi satunya. Katanya, karena aku baru pindahdari kota kecil, memandang persoalan tersebut sebaga sesuatu yang harus menyita waktu di luar jam kerja…………………………………………………… iii. Melukiskan pikiran dan perasaan tokoh Dalam novel ini dikisahkan : Bu Suci => penurut kepada orang tuanya, selalu megalah diantara saudara-saudaranya, sabar dan tabah dalam menghadapi kehidupan, tidak pernah menuntut lebih kepada suaminy, peduli kepada peserta didiknya,selalu meminta pendapat kepada orang lain setiap akan mengambil keputusan. Waskito => pendiam, selalu meluapkan perasaannya dengan kekerasan/ memberontak, sulit bergaul dengan teman sekelasnya karena ia ditakuti teman-temannya karena sikapnya yang keras, sebenarnya ia hanya minta untuk diperhatikan dan sedikit bimbingan. Dsb. iv. Melukiskan perbuatan tokoh Kami ambil pada hal.47 alinia 2 “Anak dan murid. Bukan anak atau murid. Ya, akhirnya itulah yang harus kupilih: kedua-duanya. Aku ingin, dan aku minta kepada Tuhan,agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru.dengan pertolonganNya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Maha Bisa dalam segala-galanya.  Ditinjau dari perkembangannya  Tokoh Dinamis => tokoh dalam alur cerita mengalami perubahan  Waskito ( dari murid sukar,berkat usaha keras Bu Suci akhirnya sifatnya dapat berubah menjadi seorang murid yang patuh terhadap tugas dan mau bergaul dengan teman-temannya.)  Tokoh statis  Bu Suci(tetap menjadi guru)  Semua tokoh dalam novel tersebut selain Waskito  Ditinjau dari cara menampilkan tokoh  Dalam novel tersebut pengarang tidak menyebutkan semua nama masing-masing tokoh. Tetapi ada sebagian tokoh yang disebutkan namanya. Misal: Aku(Bu Suci), Waskito Yang tidak disebutkan namanya,misalkan hanya disebutkan perannya di dalam cerita. Misal: Suami dari Bu Suci,Kepala Sekolah,dll.  Masing-masing tokoh perwatakannya dilukiskan secara langsung, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan ceritanya. Misal:  Aku(Bu Suci) => nurut dengan nasehat orang tuanya ( dalam alinia 1 hal. 10 “Aku patuh,menurut nasehat orang tua. Bapak mengantarkan aku…………………”)  Waskito => pendiam, tapi pada saat tertentu ia sering mengamuk/marah tanpa ada yang tahu sebabnya karena ia mengalami ketertekanan batin. Hal itu disebabkan karena orang tua waskito terlalu memanjakannya, apapun yang diinginkannya selalu dituruti dan dilarang untuk bermain bersama teman-temannya. Sehingga terbentuk kepribadian yang suka memberontak dan sukar untuk bersosialisasi dengan orang-orang didekatnya.  Ditinjau dari gaya penceritaan Dilihat dari gaya berceritanya, novel ini diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, dengan melibatkan pengarang sebagai peran utama yaitu Aku. b) Setting  Waktu/ tempat yang melatari sebuah cerita.  Dalam novel ini banyak sekali melibatkan tempat-tempat, waktu, peristiwa, dan suasana yang mendukung jalannya cerita. Misal :  Rumah Bu Suci yang dikota semarang “dirumah itu ia tinggal dengan ketiga anakny, suaminya, dan Uwak. Kehidupannya sangat sederhana namun bahagia, sebab masing-masing anggota keluarga saling pengertian, menghormati dan saling mendukung. Meskipun salah satu anak bu suci(anak ke-2) menderita penyakit ayan semua anggota keluarga ikut terlibat didalam merawatnya.”  Sekolah dasar di kota semarang “pada jam-jam sekolah,Bu Suci mengabdikan diri sebagai guru disana. Pekerjaannya tidak selamanya seperti yang diharapkan. Sebab ada salah satu siswanya yang terkategori murid sukar(Waskito). Ia bermaksud untuk merubah kebiasaan buruknya, sebeb yang ia dapat informasi dari neneknya Waskito sebenarnya anak yang baik dan penurut,sehingga ada kemungkinan untuk diperbaiki kepribadiannya. Dan lingkungan sekolah yang nyaman memungkinkan untuk tempat bermain para siswa disekitarnya.”  Dirumah RT “Bu Suci berbincang-bincang dengan istri RT, perihal kepindahannya tersebut. Sebab ia harus mematuhi tatacara yang berlaku.”  Dirumah kakek dan nenek Waskito “ dari sinilah Bu Suci mengetahui sebab sebenarnya Waskito sampai berbuat seperti itu, dan mulai saat itu Bu Suci mempunyai gambaran bagaimana cara yang akan diterapkan untuk merubah murid sukarnya itu (Waskito).”  Rumah sakit tempat Bu suci bekerja, “di sini tempat anak Bu Suci yang ke-dua diperiksakan sampai akhirnya ia mengetahui bahwa anaknya menderita penyakit ayan.”  Di kantor SD tempat Bu Suci mengajar. “di ruangan ini Bu Suci dan rekan-rekannya sering membincangkan perihal Waskito. Bahwa suatu hari Bu Suci dan rekan-rekannya berdebat mengenai ulahnya di sekolah ini, dan dia patut untuk dikeluarkan, tetapi Bu Suci membantahnya, ia tetap mengusulkan supaya Waskito tidak dikeluarkan. Dan dia berjanji utuk merubah kepribadian Waskito dan seterusnya.”  Kota Purwodadi .”Tempat kelahiran Bu Suci, disini ia dibesarkan sekaligus tempat tinggal keluarganya sebelum pindah ke kota semarang. Pada suatu kesempatan setelah pembagian raport Bu Suci mengajak Waskito berkunjung ke kota kecil ini sebagai hadiah karena Waskito bisa membuktikan bahwa sebenarnya dia bukan murid yang sukar, melainkan murid yang sama dengan murid-murid yang lainnya.”  Sepanjang jalan dari rumah Bu Suci ke SD. “Jalan yang biasa di lalui Bu Suci untuk berangkat mengajar. Ia sering berangkat dengan anaknya yang ke-2 sebab dia juga bersekolah di sana. Di sepanjang jalan mereka berangkat sekolah, mereka sering berbincang-bincang sambil naik becak yang mengantarkannya ke sekolah.” c) Alur / Plot  Rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita dari awal hingga akhir. Tahapan alur dibagi menjadi: 1. Eksposisi Dalam Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk pengenalan secara langsung, ini dapat dilihat pada alinia ke-2 pada halaman 9. “Beberapa bulan yang lalu, suamiku dipindah perusahaannya ke kota besar ini. Aku sendiri waktu itu menjadi guru di purwodadi dengan panggilan nama Bu Suci… 2. Komplikasi Di dalam Novel ini banyak sekali terjadi konflik, diantaranya: • Konflik manusia dengan manusia Terdapat pada alinia ke-2 halaman 69 “ Dengan susah payah aku mempertahankan muridku, para rekan yang menginginkan pengeluaran Waskito ternyata lebih banyak dari yang mendukungku. Tetapi aku bersitahan….” • Konflik batin Salah satunya terdapat pada halaman 46 alinia ke-2 “ ………………………..urusan murid sukar belum selesai………, kini Tuhan memberiku percobaan lain. Keluargaku terlibat, dan aku harus memilih. Manakah yang lebih penting.” 3. Klimaks (puncak konfliks) Dari apa yang telah kami baca serta yang kami pahami dari novel ini, kami nenyimpulkan klimaks (puncak konflik) sebagai berikut : • Karena Bu Suci menginginkan yang terbaik untuk anaknya, ia menurut dengan nasihat suaminya. Ia membawa anaknya ke rumah sakit tempat suaminya bekerja. Dari situ diketahui bahwa anaknya yang ke-2 mengidap penyakit ayan. Karena Bu Suci tidak ingin dalam masa perkembangan fisik serta mental anaknya terganggu ia melaksanakan semua yang telah disarankan dokter kepadanya. Satu lagi tugas yang harus diselesaikan Bu Suci yaitu merubah kebiasaan buruk Waskito (murid sukarnya). Karena pada saat itu Waskito masih tercatat sebagai muridnya, maka Bu Sucu bermaksud untuk memperbaiki perilakunya. • Setelah melaksanakan rapat dengan Kepala Sekolah dan rekan-rekannya akhirnya Bu Suci diberi kesempatan satu bulan untuk membimbing Waskito. Jika selama satu bulan itu tidak ada perubahan pada diri Waskito maka ia berhak dikeluarkan dari Sekolah ini. • Akhirnya berkat keuletan dan kesabaran serta perhatian yang diberikan Bu Suci kepada Waskito, ia berhasil memimbing Waskito kearah yang benar, dan akhirnya Waskito naik kelas dan ia menghadiahi Waskito dengan mengajaknya berlibur ke Kota Purwodadi (Tempat kelahiran bu Suci). 4. Peleraian Bu Suci diberi kesempatan selama satu bulan oleh Kepala Sekolah untuk merubah sikap dan perilaku Waskito. Yang pada akhirnya Bu Suci mampu mewujudkannya. 5. Penyelesaian Berakhir dengan happy ending (bahagia). Karena Waskito menunjukkan perubahan perilaku, sehingga akhirnya Waskito naik kelas dan kemudian dia diajak Bu Suci berlibur ke Kota Purwodadi dimana tempat Bu Suci dilahirkan.  Dilihat dari jalan ceritanya, Novel berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini termasuk kedalam alur campuran (dimana cerita dimulai dari masa dahulu – masa sekarang – kembali ke masa dahulu – dan seterusnya).  Berdasarkan standart kehidupan berceritanya, Novel ini termasuk alur tertutup, sebab jalan ceritanya sudah ditentukan dengan jelas oleh pengarang dan tidak memberi kesempatan kepada pembaca untuk menentukan bagaimana akhir cerita tersebut. d) Point Of View (Sudut pandang)  Posisi atau letak pengarang dalam sebuah cerita yang dikarang atau disampaikan. Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk ke dalam sudut pandang orang pertama. Ini dapat dilihat dari cara pengarang menggunakan penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai aku-an) di dalam novel. e) Amanat/Pesan  Pesan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati : • Pesan moral (sikap, perilaku) Salah satunya terdapat pada halaman 32 alinia I “…kami semua sepakat bahwa anak-anak tumbuh tidak hanya memerlukan makanan, mereka juga membutuhkan kemesraan, menginginkan perhatian. Rasa cinta kepada mereka yang diperlihatkan , menanamkan benih kekuatan tersendiri……….” • Pesan Sosial Hubungan antara guru dan murid tidak terbatas hanya dengan menyampaikan pelajaran yang sudah ditetapkan sesuai dengan kurikulum, melainkan lebih dari itu harus ada keterikatan batin dan rasa kasih sayang seperti orang tuanya sendiri. Supaya mampu menciptakan lulusan-lulusan yang bisa membawa diri sendiri serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. • Pesan Religius Semua yang terjadi pada hidup ini karena kehendak Alloh SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa dan Alloh SWT yang menentukannya. Salah satunya terdapat pada alinia ke-5 halaman 71. “Malamnya aku gelisah. Tidurku sangat terganggu. Dugaanku bermacam-macam. Barangkali Waskito tidak masuk esok pagi! Atau masuk, membawa pisau, atau golok, atau senjata lain yang lebih mengerikan guna membalas dendam terhadapku. Dalam sujudku menghadap Tuhan sebelum dini hari tiba, rasa kerendahan diriku semakin kutekan. Kami ini manusia sangat hina, kecil dan tak berdaya jika Tuhan tidak menghendaki keunggulan kami!” f) Tema  Tema adalah ide yang mendasari cerita. Dalam Novel yang berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini lebih cenderung bertema Dedaktif atau edukatif. Tetapi ada sebagian peristiwa yang mengandung tema moral. g) Bahasa Jika dilihat dari gaya berceritanya (style of though), novel ini termasuk kategori gaya bahasa langsung. Pengarang menceritakan sendiri semua peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Dalam novel ini juga banyak dipakai kata yang merupakan kata-kata istimewa. Misalnya : sukar, konon, kelak, sekonyong-konyong. Mengintruksikan tumpuhan, jeng (bu), dsb. Dalam novel ini juga terdapat gaya bahasa yang bermacam-macam. Gaya bahasa yang dipakai dalam kutipan itu berkisar antara gaya bahasa Hiperbola (misalnya : tercekik oleh keharuan,…………..pastilah mulutku akan terloncat cerita peristiwa dikelas kehadapan rekan-rekanku). Gaya bahasa Metonemia (misalnya: dalam kata “membuka Hati”) B. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik yang terbentuk dari novel berjudul “Pertemuan Dua Hati” Karya N.H. Dini : 1. Pengarang Pengarang novel ini bernama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936; umur 74 tahun ) atau lebih dikenal dengan nama N.H. Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Setamat SMA bagian sastra (1936), mengikuti Kursus Pramugari Daraat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960 bekerja di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut ia bermukim di Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dansejak 1980 menetap di Jakarta dan Semarang. Karyanya : Dua Dunia (1965), hati yang Damai (1961), La Barka (1977), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatran (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1987), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Sekayu (1981), Amir Hamzah Pangeran dari seberang (1981), Kuncup Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-orang Tran (1985). Trejemahannya : sampar (karya Albert Camus, La Peste; 1985). - Sejarah hidup : N.H. Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul". N.H. Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan. Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi supir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api. Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya. Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Jakarta dalam acara Tunas Mekar. Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah terlanjur di cap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca N.H. Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya. Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama N.H. Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidak adilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, seperti komentar Putu Wijaya ; ' kebawelan yang panjang.' Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya sudah amat ke barat-baratan, hingga norma ketimuran hampir tidak dikenalinya lagi. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya N.H. Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra. Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya, masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk. Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali-hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya. Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekedar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang syarat ide cemerlang. Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional. Ia mengakui bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Ia mengambil contoh bukunya yang berjudul Pada Sebuah Kapal, prosesnya hampir sepuluh tahun sampai buku itu terbit padahal mengetiknya hanya sebulan. Baginya, yang paling mengasyikkan adalah mengumpulkan catatan serta penggalan termasuk adegan fisik, gagasan dan lain-lain. Ketika ia melihat melihat atau mendengar yang unik, sebelum tidur ia tulis tulis dulu di blocknote dengan tulis tangan. Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil berpikir, mengolah dan menganalisa. la merangkai sebuah naskah yang sedang dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita. Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis diKobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (kini 42 tahun) dan Pierre Louis Padang (kini 36 tahun). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah kePnom Penh,Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis. Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta. Mantan suaminya masih sering berkunjung ke Indonesia. Dini sendiri pernah ke Kanada ketika akan mengawinkan Lintang, anaknya. Lintang sebenarnya sudah melihat mengapa ibunya berani mengambil keputusan cerai. Padahal waktu itu semua orang menyalahkannya karena dia meninggalkan konstitusi perkawinan dan anak-anak. Karena itulah ia tak memperoleh apa-apa dari mantan suaminya itu. Ia hanya memperoleh 10.000 dollar AS yang kemudian digunakannya untuk membuat pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang. Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLHE mil Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit pada tahun 1974, di saat ia dan suaminya sudah pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang sudah tak terbantahkan lagi. Mengisi kesendiriannya, ia bergiat menulis cerita pendek yang dimuat berbagai penerbitan. Di samping itu, ia pun aktif memelihara tanaman dan mengurus pondok bacanya di Sekayu. Sebagai pencinta lingkungan, Dini telah membuat tulisan bersambung di surat kabar Sinar Harapan yang sudah dicabut SIUPP-nya, dengan tema transmigrasi. Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan. Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000. Dini kemudian sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta. Dewan Kesenian Jawa Tengah, mengorganisasi dompet kesehatan N.H. Dini. Hatinya semakin tersentuh ketika mengetahui ada guru-guru SD yang ikut menyumbang, baik sebesar 10 ribu, atau 25 ribu. Setelah ia sembuh, Dini, mengirimi mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya. Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya, sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang. Alhasil, Dini di Yogya tetap menekuni kegiatan yang sama ia tekuni di Semarang, membuka taman bacaan. Kepeduliannya, mengundang anak-anak di lingkungan untuk menyukai bacaan beragam bertema tanah air, dunia luar, dan fiksi. Ia ingin anak-anak di lingkungannya membaca sebanyak-banyaknya buku-buku dongeng, cerita rakyat, tokoh nasional, geografi atau lingkungan Indonesia, cerita rekaan dan petualangan, cerita tentang tokoh internasional, serta pengetahuan umum. Semua buku ia seleksi dengan hati-hati. Jadi, Pondok Baca N.H. Dini yang lahir di Pondok Sekayu, Semarang pada 1986 itu, sekarang diteruskan di aula Graha Wredha Mulya. Ia senantiasa berpesan agar anak-anak muda sekarang banyak membaca dan tidak hanya keluyuran. Ia juga sangat senang kalau ada pemuda yang mau jadi pengarang, tidak hanya jadi dokter atau pedagang. Lebih baik lagi jika menjadi pengarang namun mempunyai pekerjaan lain. Dalam kondisinya sekarang, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Ia merasa beruntung karena dibesarkan oleh orang tua yang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang senantiasa menjaga harga diri. Mungkin karena itu pulalah N.H. Dini tidak mudah menerima tawaran-tawaran yang mempunyai nilai manipulasi dan dapat mengorbankan harga diri. Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya. Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya 2. Pembaca Pembaca novel ini adalah kelompok VI yang anggotanya terdiri dari Amin Riyadi, Fendi Catur Mulyanto, Suswati, Tri Puji Eftiniyawati, yang pada saat ini menempuh jalur pendidikan pada perguruan tinggi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI Trenggalek). Adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 20-26 tahun, dimana terdapat perbedaan dalam menanggapi sebuah karya sastra dengan pola pikiran karena perbedaan usianya.. Pembaca yang pada saat ini telah menempuh semester IV masuk Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Trenggalek pada tahun 2008 jurusan PBS/PBSI dan berkecimpung dalam dunia sastra ini mendalami karya sastra-karya sastra yang juga merupakan kajian dari mata kuliah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan tekad mendalami sastra, pembaca dengan relative cepat dapat menangkap apa yang dituliskan pengarang dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini. Dari latar budaya dan tingkat kehidupan yang beragam, Pembaca hidup di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam tingkat pendidikan dan bermata pencaharian. Pada umumnya, masyarakat di lingkungan sekitar pembaca yang mayoritas beragama islam sehingga berpengaruh terhadap pola pikir, kebiasaan, adat-istiadat. Sebagian besar dari pola hidup pembaca cenderung mengarah pada agama islam.dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani. Pembaca hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Dengan tingkat pendidikan nimim sarjana, mayoritas antara SMA kebawah, pembaca melakukan aktifitas yang sehari-hari dilakukan oleh masyarakat umum. 3. Masyarakat : Dari unsur masyarakat yang jelas berasal dari tingkatan yang berbeda, pola pikir yang berbeda serta umur yang berbeda, mereka yang memiliki banyak perbedaan, misalnya ada yang gemar membaca, ada yang tidak gemar membaca, hal itu dipengaruhi karena berbagai faktor. Bahkan dengan latar belakang tingkat pendidikan yang tidak sama. Bagi anak Sekolah Dasar, membaca novel merupakan kegiatan yang sangat membosankan, mereka hanya bepikir untuk menghabiskan waktu untuk bermain saja. Setelah beranjak dewasa mereka belum juga mengerti apa arti sebuah novel dalam kehidupan. Hal itu merupakan kebiasaan yang juga tidak bisa diubah, terlebih pada era globalisasi ini banyak tercipta teknologi yang menjadikan anak-anak enggan untuk menyentuh buku. Dengan berdalih “kepraktisan” semua “proses pengajaran” telah dikesampingkan agar cepat memperoleh pengajaran dan pengetahuan Masyarakat dapat mengilustrasikan bagaimana jalan cerita yang diceritakan oleh pengarang terhadap novelnya tersebut. Masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang pastinya tidak sama, maka juga pasti terdapat perbedaan dalam memahami novel dan mencerna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis. Meski pemahaman dilakukan oleh tingkat pendidikan yang setingkat, masyarakat masih rancu untuk memahami maksud dari si pengarang. Sebagian besar dari pola hidup masyarakat cenderung mengarah pada agama islam, dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani masyarakat hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Tingkat pendidikan masyarakatpun sangat minim, mayoritas antara SMA kebawah. Hal ini mempengaruhi masyarakat terhadap tingkat pemahaman novel. Daripada itu, Terkadang masyarakat tidak mengenal betul mengenai novel. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sebagian besar pola pikir mereka tak pernah membaca cerita sampai habis, mereka hanya melihat pada sampul buku yang apabila sampul buku itu terlihat menarik maka akan dilihat, dan akan ditinggal jika sampul buku tersebut tidak ada menariknya. Atau juga karena mereka disibukkan oleh aktifitas sehari-hari yang biasa mereka lakukan. Kehidupannya yang juga mempengaruhi bagaimana jalan cerita novel tersebut dapat dipahami. Pola pikir masyarakat pada umumnya, tidak begitu menjelaskan bahwa novel yang telah tercipta tidak melenceng jauh terhadap kehidupan novel tersebut. Ada yang mengatakan bahwa apa yang diceritakan dalam novel tersebut merupakan hal hal yang tabu dan bertolak belakang dengan adat-istiadat masyarakat sekitar, tetapi ada pula masyarakat yang menganggap bahwa cerita yang diangkat oleh si pengarang merupakan hal biasa yang telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam kesehariannya merupakan hal umum yang dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam cerita dalam novel tersebut, sangat erat kaitannya perilaku tokoh yang juga menggambarkan kehidupan sehari-hari, cara berpakaiannya, tingkah lakunya, gaya bicaranya, bahkan perilaku seperti itu telah menjadi tren pada saat itu. Walaupun hanya cerita yang tak ada kebenarannya, novel ini berpengaruh kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku-perilaku yang digambarkan dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini juga pempunyai pesan moral, pesan social, serta pesan religius yang begitu mendalam yang dapat di contoh oleh masyarakat. Cerita dalam novel pun dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah prosa fiksi terdapat unsur yang membangun dan membentuk sebuah karya sastra. Sebuah unsur yang akan mengikat sebuah karya sastra yang nantinya akan membuat sebuah karya menjadi karya sastra yang menarik. Misalnya saja dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini. Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik yang erat kaitanya dalam sebuah karya sastra yang nantinya dapat membentuk sebuah maha karya. Dalam pembahasan ini, kita juga dapat mengambil contoh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini. yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat ditarik kesimpulan dari novel Nh. Dini, bahwa Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu juga orang tua Bu Suci dan juga nenek Waskito. Sampai saat ini Bu Suci tidak pernah menyesal karena dulu sudah mematuhi nasehat dan perintah orang tuanya. Sekarang ia begitu menikmati profesinya sebagai pengajar SD. Guru tidak hanya mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan mengajar serta mendidik memberikan perhatian seperti kepada anaknya sendiri. Supaya murid mau memperhatikan dan mengamalkan apa yang telah mereka dapatkan di sekolah, sebagai bagian dari anggota masyarakat. Sikap anak terbentuk karena didikan orang tuanya serta lingkungan tempat ia dibesarkan. Oleh karena itu, didikan masa dini sangat diperlukan dan dasar anak untuk menghadapi kehidupan selanjutnya. Misalnya Waskito tokoh dalam novek karya Nh. Dini (Pertemuan Dua Hati), dikisahkan bahwa waskito adalah anak orang kaya. Apa yang selalu ia inginkan selalu ia dapatkan dengan mudah. Tetapi Waskito tidak pernah mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, ia hanya mendapatkan perhatian dari kakek dan neneknya itupun tidak seberapa. Pada akhirnya, terbentuklah kepribadian Waskito yang pendiam tapi penuh dengan dendam dan amarah, serta ia sering mengamuk tanpa sebab yang jelas. Dari kisah Waskito tersebut sudah jelas sekali tercermin bagaimana cara mendidik anak yang keliru. Seorang anak, selain membutuhkan benda-benda yang mewah juga memerlukan perhatian yang tulus khususnya dari kedua orang tuanya. Berangkat dari situlah Bu Suci ingin membantu permasalahan Waskito. Karena sebenarnya Waskito bukan anak yang nakal/ murid sukar. Ia hanya menginginkan perhatian dari orang-orang disekitarnya. Keinginan itu diluapkan dengan kemarahan dan mengamuk. Berkat ketulusan dan keuletan Bu Suci, akhirnya Waskito berhasil disadarkan. Ia menunjukkan sikap perubahannya. Meskipun itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Akhirnya Bu Suci berhasil mewujujkannya. Dan Waskito naik kelas. Sebagai hadiahnya, Bu Suci mengajaknya berlibur ke kota Purwodadi tempat kelahiran Bu Suci.
Share:

2 komentar:

Blog Archive

Definition List


Selamat datang di Blog kecil kami. sebuah catatan perjalanan yang tak pernah usai.

Unordered List

Support