l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Selamat Datang Di Blog Kami

Film - Cerita Horor - Berita - Musik - Pendidikan - Puisi. dll

Film-film Legendaris

Japan - Korea - K-drama - dan masih banyak lagi

Film-film Legendaris

Japan - Korea - K-drama - dan masih banyak lagi

FHD Quality only for you

film berkualitas HD ada disini

Cerita Horor

silahkan baca, elu takut gue gak tanggungjawab. . .

Jumat, 20 Mei 2011

RPP FAKTA - OPINI



Rencana Program Pembelajaran
Nama Sekolah : SMA Negeri 2 Trenggalek
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XI / 2
Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit

I. Standart Kompetensi : Membaca
11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca cepat dan membaca intensif
II. Kompetensi Dasar
11. 2 Membedakan fakta dan opini pada editorial dengan membaca intensif
III. Indikator
1. Mampu menemukan fakta dan opini penulis tajuk rencana atau editorial
2. Mampu membedakan fakta dan opini
3. Mampu mengungkapkan isi editorial dan tajuk rencana
IV. Tujuan
Setelah memahami materi yang disampaikan :
1. Siswa mampu menemukan fakta dan opini penulis tajuk rencana
2. Siswa dapat membedakan fakta dan opini
3. Siswa mampu mengungkapkan isi editorial / tajuk rencana
V. Materi Pembelajaran
Fakta dan opini dalam tajuk rencana/ editorial
1. Fakta
a. Fakta : Hal-hal faktual yang diambil dari peristiwa atau gejala-gejala tertentu dari masyarakat
b. Ciri-ciri fakta : - Sesuai dengan kenyataan
- Dapat dibuktikan dengan mudah
- Terdapat perincian peristiwa
- Terdapat pelaku
- Terdapat peristiwa yang terjadi
-
- Terdapat setting peristiwa (tempat terjadinya peristiwa)
- Terdapat waktu yang menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi
c. Contoh : Polisi mencatat bahwa sepanjang tahun 2010, terjadi 32 kasus ledakan gas di seluruh wilayah Jakarta yang mengakibatkan tujuh orang tewas dan 51 orang mengalami luka bakar
 Ulasan contoh :
- Faktual : benar-benar terjadi karena menurut hasil pencatatan polisi tahun 2010
- Ciri-ciri : - Bersifat nyata
- Terdapat setting tempat
- Terdapat perincian
- Terdapat peristiwa yang terjadi
- Terdapat pelaku
- Terdapat kapan waktu peristiwa terjadi
d. Terdapat fakta yang dapat memunculkan fakta
Contoh : Hari ini Kelas XI IPS 3 diajar guru baru, 2 hari kemarin kelas XI IPS 3 juga diajar guru baru. Apakah guru yang lama sedang sakit?
Ulasan : dalam kalimat tersebut terdapat fakta yang telah terjadi, sehingga dari fakta tersebut akan memunculkan pendapat/ opini karena kalimat tersebut merupakan tanggapan seseorang dan belum tentu kebenarannya.
2. Opini
a. Pengertian opini : merupakan argumen atau tanggapan (pendapat) seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di masyarakat
b. Ciri-ciri Opini : - Merupakan pendapat dari seseorang
- Perlu pembuktian
- Belum tentu akurat/ benar/ sesuai dengan kenyataan
c. Contoh : Menurut saya, robohnya pohon beringin di SMAN 2 Trenggalek kemarin karena terkena angin kencang pada waktu hari hujan.
Ulasan : kalimat tersebut kebenarannya belum bisa dibuktikan, karena masih merupakan pendapat seseorang
Ciri- ciri : - Merupakan pendapat
- Belum tentu kebenarannya
- Perlu pembuktian

d. Terdapat opini yang disertai dengan fakta, hal ini bertujuan untuk mendukung opini yang disampaikan
Contoh : menurut saya, penampilan Hadrah kelas XI IPS 3 kemarin bagus. Sehingga dari hasil penilaian juri, mereka mendapatkan juara 1 pada peringatan Maulid Nabi yang diadakan pada hari Rabu kemarin.
Ulasan : pada kalimat tersebut, kalimat pertama merupakan opini dari seseorang sedangkan kalimat kedua merupakan fakta karena terdapat peristiwa yang terjadi.
3. Tajuk Rencana
Tajuk rencana adalah tulisan yang berupa ulasan/ tanggapan dari redaktur surat kabar tentang permasalahan yang sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat.
VI. Langkah Pembelajaran
No. Kegiatan Alokasi waktu
1. Kegiatan Awal
a. Salam pembuka
b. Mengabsen siswa
c. Guru-siswa bertanya jawab tentang fakta dan opini
d. Guru menginformasikan KD dan tujuan pembelajaran 10’
2 . Kegiatan Inti
a. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang fakta dan opini
b. Siswa berkelompok 5-6 orang
c. Siswa membaca tajuk rencana
d. Siswa mendiskusikan temuan fakta dan opini
e. Siswa menentukan perbedaan fakta dan opini
f. Siswa berdiskusi untuk merumuskan kesimpulan (isi) dari editorial atau tajuk rencana
g. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya 70’
3. Kegiatan akhir
a. Guru dan siswa melakukan refleksi
10’

VII. Sumber Pembelajaran
1. Alat/ media : bacaan tajuk rencana/ editorial
2. Sumber : media cetak ataupun media elektronik
3. Soal/ Instrument :
Bacalah tajuk rencana berikut dengan cermat dan teliti
1. Temukan minimal 5 fakta yang terdapat dalam tajuk rencana tersebut!
( Skor maksimal 20 )
2. Temukan minimal 5 opini yang terdapat dalam tajuk rencana tersebut!
( Skor maksimal 20 )
3. Sebutkan 5 ciri-ciri fakta! ( Skor maksimal 20 )
4. Sebutkan 3 ciri-ciri opini! ( Skor maksimal 10 )
5. Ringkaslah isi tajuk rencana tersebut dengan menggunakan kalimat anda sendiri! ( Skor maksimal 30 )
Perhitungan Skor Maksimal :
- Soal no. 1 : 20
- Soal no. 2 : 20
- Soal no. 3 : 20
- Soal no. 4 : 10
- Soal no. 5 : 30 +
100
Penghitungan nilai akhir dalam skala 1-100 sebagai berikut :
Nilai akhir = x skor ideal(100) = . . .
Share:

HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-103 TAHUN 2011

Fendi Ubert Kini'TLah Singgah pada tanggal 20 mei tahun 2011, telah dilaksanakan upacara bendera Peingatan Hari Kebangkitan Nasional yang bertempat di Kampus besar STKIP PGRI Trengalek yang di hadiri oleh segenap Keluarga besa STKIP....
dari tingkat dosen, staf, badan organisasi, maupun mahassiswa, semua mengikuti upacara dengan penuh ikhlas......me...skipun sempat diguyur hujan selama beberapa menit, teetapi tak menggentarkan tekad peserta upacara dalam menyongsong peringatan HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-103 TAHUN 2011....

TERIMAKASIH BAGI SEMUA YANG TELAH BERPARTISIPASI DALAM UPACARA TADI ( ^_^)
Share:

Senin, 16 Mei 2011

TEKNIK MENULIS KARYA FIKSI

disusun oleh Fendi catuer

13____Mei____2011

Posted by : fendicatuer@yahoo.co.id
Arti fiksi sendiri adalah suatu karya sastra yang mengungkap realitas kehidupan sehingga mampu mengembangkan daya imajinasi.
Ada 2 macam fiksi :
1. Fiksi imajinatif ---> berdasarkan imajinasi
2. Fiksi ilmiah ---> berdasarkan analisa ilmiah
*Sifat fiksi
- Segala sesuatu yang diungkapkan tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam kehidupan sehari-hari, merupakan hasil rekaan (bukan rekayasa lho).
- Semua tokoh, setting dan pokok persoalan adalah realitas imajinatif bukan obyektif.
- Kebenaran yang terjadi di dalam fiksi adalah bukan kebenaran obyektif melainkan kebenaran logis yaitu kebenaran yang ada dalam penalaran.
- Manusia2 yang hidup dalam kenyataan sehari-hari yang terlibat dalam seluruh aspek kehidupan penokohan fiksi mampu mempengaruhi & membentuk sifat dan sikap pembaca, pendengar, pemirsa.
- Kebenaran logis fiksi menyebabkan setiap fiksi selalu multi interpretable, artinya setiap pembaca, pendengar, pemirsa mempunyai tafsiran.
*Unsur Intrinksik Fiksi :
1. Tema : merupakan pokok persoalan yang menjiwai seluruh cerita. Tema diangkat dari konflik kehidupan.
2. Plot : dasar cerita; pengembangan cerita.
3. Alur : rangkaian cerita
Dalam alur hubungan tokoh bisa rapat yaitu memusat pada satu tokoh; atau renggang yaitu tokoh berjalan masing2.
Proses alur bisa maju; mundur; atau maju mundur.
Penyelesaian Alur ada alur klimaks dan ada alur anti klimaks.
4. Setting : tempat terjadinya cerita, terbagi menjadi :
- setting geografis ----> tempat di mana kejadian berlangsung
- setting antropologis ----> kejadian berkaitan dengan situasi masyarakat, kejiwaan pola pikir, adat-istiadat.
5. Penokohan / Pewatakan :
tokoh digambarkan sebagai tokoh utama (protagonis), tokoh yang bertentangan (antagonis), maupun tokoh pembantu - tapi ini bukan PRT
Penghadiran tokoh bisa langsung dengan cara melakukan deskripsi, melukiskan pribadi tokoh; atau tidak langsung dengan cara dialog antar tokoh.
Bidang2 tokoh harus digambarkan :
- Bidang tampak : gesture, mimik, pakaian, milik pribadi, dsb
- Bidang yang tidak tampak : motif berupa dorongan / keinginan, psikis berupa perubahan kejiwaan, perasaan, dan religiusitas.
6. Sudut pandang : yang mendasari tema dan tujuan penulisan
Penghadiran bisa dengan :
- gaya orang pertama ---> penulis terlibat sebagai salah satu tokoh
- gaya orang ketiga ---> penulis serba tahu apa yang terjadi tetapi tidak terlibat di dalam cerita.
7. Suasana : yang mendasari suasana cerita adalah penokohan karena perbedaan karakter sehingga menimbulkan konflik. Dengan konflik pengarang berhadapan dengan suasana menyedihkan, mengharukan, menantang, menyenangkan, atau memberi inspirasi.
Semua point ini harus dihadirkan secara utuh sehingga fiksi baik itu berupa cerpen, novel, drama, skenario film / sinetron sehingga pembaca, pendengar, pemirsa mempunyai daya imajinatif; mempunyai tafsiran tentang tokoh, suasana, dsb; terhadap karya fiksi tersebut.
Jangan lupa : tema, plot, alur, dan setting juga harus jelas sehingga karya fiksi benar2 utuh sebagai karya seni bukan berupa sekadar curahan hati (seperti diary)
Posted by surfergirl
apa untuk bikin sebuah novel harus berkutat dengan riset2...
maksud gue, ambil contoh Saman, ini sebuah novel yang sangat diupayakan...
yang nulis barangkali engga begitu tau soal Washington, soal Prabumulih, soal mistik Jawa, soal internet...
novel Akar... konsep2 religi Buddha dan mitos2 Celtic, belum lagi setting-nya yg nyaris satu asia tenggara itu...
jgn salah lho, novel yg bagus emang butuh upaya...
tapi ya itu tadi... entar jangan2 kita lebih terpaku sama kompleksitas "ornamen2" ketimbang sama "human nature"-nya... karna menurut gw inti sastra/novel ada di nilai2 humanis
ornamen itu sama seperti dekorasi...
make-up gitu deh... dandanan...
gw cuma berpikir bahwa sebagus2nya dandanan, tetep ga bisa menggantikan sosok asli kita... soal budaya politik sains religi setting dll dalam novel itu cuman kostum (menurut gw) dan barangkali bonus wawasan lah, tapi intinya kan kita ngomongin soal manusia, klo novel itu enga menawarkan pemahaman ato pemikiran soal kemanusiaan buat pembacanya, mmm... hehe, gimana yak??
tapi gw bukannya ngomongin soal nilai moral suatu novel lho, itu beda dari yg gw maksud...
posted by homer
menurut gue, latar itu penting dan ada latar yang harus dibedakan dengan cap ornamen atau dandanan.
karena ada latar yang sekedar show off dan ada yang harus melekat pada cerita itu.

jumpha lahiri misalnya diprotes oleh kritikus sastra di india karena dituduh hanya menampilkan eksotisme india kepada barat, padahal kita tau cerpen penafsir kepedihan itu sangat manusiawi sekali, tapi pelekatan budaya dalam cerpen itu dianggap tidak pas oleh kritikus sasra india ( sudah lama lahiri tidak mengunjungi india )
pelekatan budaya seperti ini tidak bisa disebut ornamen.
tentu beda kalo cerita roman percintaan penuh selingkuh seperti supernova yang melekatkan schrodinger, chaos, paradoks dan asimov stuff, ini bisa disebut ornamen.
rasanya aneh membaca para priyayi tanpa mengetahui sejarah setempat. satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi kalo kita berbicara soal realisme.

itu sebabnya Alm umar kayam memulai cerita dengan siapa si tokoh dan darimana dia berasal tanpa lupa menceritakan sejarah daerah itu dulunya.
ini sih menurut pengalaman dari membaca aja.
Sedikit pengalaman menulis untuk media
Posted by Arwan
Ketika membaca sebuah tulisan di media massa, mungkin anda berkata dalam hati, "Ah, tulisan ini biasa-biasa saja. Saya juga bisa membuat yang seperti ini. Malah bisa lebih bagus!"
Lantas anda mungkin mulai membuat tulisan yang - menurut anda - jauh lebih bagus dan berkualitas. Naskah itu anda kirim ke media tertentu. Beberapa hari kemudian, naskah anda dikembalikan oleh redaktur dengan alasan "Belum layak muat!"
Anda mungkin marah dan kecewa. "Apa yang salah dengan naskah saya?"
Susah-susah gampang
Mengirim tulisan ke media massa, ternyata, tidaklah semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Saya sendiri misalnya, harus kecewa terlebih dahulu sebelum naskah pertama saya dimuat di media massa. Puluhan naskah saya ditolak oleh banyak media dengan berbagai alasan, baik yang masuk akal maupun yang tidak.
Ternyata, kualitas bukanlah satu-satunya jaminan suatu tulisan dapat dimuat dengan sukses di sebuah media. Masih banyak faktor lain yang menentukan.
Berikut ini akan saya beberkan beberapa faktor yang perlu anda perhatian (selain faktor kualitas tulisan) yang dapat menolong anda "melenggang kangkung" menjadi seorang penulis handal.
Faktor Penampilan
Penampilan memang sering menipu. Tapi dalam banyak kasus, penampilan sangat membantu kesuksesan seseorang. Dalam mengirim tulisan ke media massa, anda harus "merias" tulisan anda secantik mungkin. Banyak sekali naskah yang masuk ke redaksi suatu media, sehingga penampilan naskah anda yang menarik diharapkan dapat merebut perhatian mereka, dan membuat mereka tertarik untuk membaca tulisan anda.
Ketiklah tulisan anda dengan rapi, tanpa coretan-coretan yang mengganggu. Gunakan kertas HVS ukuran folio atau kuarto ukuran 70 gram. Tulisan diketik dengan rata kiri kanan (kalau tulisan yang anda baca ini, hanya rata kanan). Buatlah margin atas dan bawah masing-masing 3 cm, margin kiri 2,5 cm, margin kanan 4 cm. Oh ya, naskah diketik dengan jarak 2 spasi.
Bantulah Tugas Redaktur
Maksudnya, anda bukan disuruh membantu redaktur suatu media untuk mengetik atau mengedit naskah. Emangnya anda karyawan mereka! He... he.... Tetapi, anda hendaknya "menyajikan" naskah anda sedemikian rupa, sehingga dapat membantu tugas-tugas mereka yang menumpuk.
Pertama, jilidlah naskah anda dengan staples, dan jangan lupa cantumkan nomor halaman di bagian bawah tiap lembar naskah anda. Jika naskah anda tidak distaples, terlebih tidak diberi penomoran halaman, dapatkah anda bayangkan apa yang terjadi jika secara tak sengaja naskah anda berceceran di lantai? Sang redaktur tentu bingung, bagaimana cara mengurutkan lembaran naskah yang telah berantakan tersebut.
Kedua, lampirkan perangko pengembalian. Ini bukan untuk "menyogok" sang redaktur, namun untuk dipakai jika nanti naskah anda dikembalikan. Karena bentuk perangko sangat kecil, dan untuk menghindari jangan sampai kececer, lekatkan ia pada lembaran naskah anda (dengan staples atau lainnya).
Taatilah Peraturan/Kebiasaan Media Tersebut
Biasanya setiap media punya peraturan tersendiri mengenai kriteria naskah yang dapat mereka muat. Misalnya, ada media yang membuat peraturan begini: "Naskah hendaknya diketik di atas kertas folio, 2 spasi, panjang naskah 5 sampai 8 lembar. Sertakan ringkasan tulisan sebanyak lebih kurang 10 kalimat".
Nah, peraturan seperti ini harus anda taati. Dan perlu dicatat, setiap media punya peraturan yang berbeda-beda mengenai hal ini.
Selain itu, setiap media biasanya memiliki karakter khas yang membedakannya dengan media lain. Majalah Femina misalnya, memiliki pangsa pasar para wanita modern menengah ke atas. Sedangkan saingannya, majalah Kartini, pangsa pasarnya lebih luas, mencakup juga wanita kelas menengah dan ibu rumah tangga biasa. Jadi jika anda mengirim tulisan ke media-media tersebut, tentunya tulisan anda harus menyesuaikan diri dengan karakter khas media mereka.
Karakter khas tersebut juga menyangkut gaya bahasa. Walau sama-sama bacaan remaja, majalah Aneka dan Anita Cemerlang memiliki gaya bahasa yang berbeda. Mereka memang sama-sama menggunakan bahasa gaul khas anak muda. Namun bahasa yang dipakai oleh Aneka jauh lebih prokem, sementara majalah Anita cenderung lebih formal.
Perkenalkan Diri Anda
Jika tulisan anda sudah sering dimuat di suatu media, tentu redakturnya dengan sangat mudah mengenali siapa pengirim naskah yang sedang dibacanya. Namun jika anda baru pertama kali mengirim tulisan ke media tersebut, memperkenalkan diri merupakan salah satu kiat untuk "mencari perhatian" sang redaktur.
Sertakan data pribadi anda dalam naskah yang dikirim. Ceritakan di sana pengalaman menulis anda, dan - kalau ada - prestasi apa saja yang pernah anda raih di bidang ini. (Ingat, cantumkan hanya hal-hal yang berhubungan dengan dunia penulisan. Tidak perlu menceritakan bahwa anda - misalnya - pernah menjadi Juara I Lomba Balap Karung tingkat Kecamatan. Enggak ada hubungannya, Bung!).
disusun oleh begawan
Anggota dari Desember 2002
14 Juli 2003

Posted by Arwan
Belakangan sulit untuk dielakkan bahwa perkembangan cerpen Indonesia saat ini masih bergantung pada publikasi di media cetak. Ruang budaya yang tersedia di hari Minggu tak urung menjadikan hari Minggu (meminjam istilah Seno Gumira Ajidarma dalam bukunya Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Berbicara) menjadi ‘hari cerpen’. Hal seperti ini terus terjadi karena majalah-majalah sastra, jurnal serta penerbitan lainnya di luar koran yang beredar tak cukup sebagai publikasi cerpen. Ini wajar karena penerbitan-penerbitan semacam itu sangat bergantung sekali kepada donasi atau yayasan tertentu sehingga kebanyakan tak berumur panjang. Pembaca yang sedikit dan terbatas juga menjadi kendala bagi media cetak lain, pun bagi penulis cerpen itu sendiri sehingga meminimkan jumlah publikasi cerpen Indonesia di luar koran.
Media cetak atau koran menjadi satu-satunya media yang ‘ampuh’ karena selain sebagai publikasi juga dapat dianggap bukti pengakuan para cerpenis kita. Jangkauan pembaca nan luas serta kemampuannya ‘berumur panjang’ dibanding penerbitan sastra lainnya membuat Budiarto Danujaya, salah satu kaum kritikus masa kini menyebutnya ‘sastra koran’ Hal ini terasa kian memupuk dalam perkembangan sastra modern Indonesia karena dari situlah dapat dilihat genre perkembangan cerpen Indonesia modern. Begitu ‘ampuh’nya koran sebagai media publikasi sehingga sebuah koran tiba-tiba menjadi ‘barometer’ hampir setiap cerpenis Indonesia. Konon ‘keampuhannya’ ini akhirnya ‘menggeser’ majalah sastra Horison (satu-satunya majalah sastra Indonesia yang masih hidup) yang kini lebih berkonsentrasi kepada apresiasi sastra untuk kalangan remaja. Sebagai contoh, Kompas sebagai satu-satunya koran yang konsisten mempublikasikan cerpen setiap hari Minggu sudah menjadi rahasia umum telah ‘ditahbiskan’ kebanyakan cerpenis kita sebagai bukti pengakuan kapasitasnya sebagai sastrawan.
Sayang, tak banyak yang menyadari kondisi semacam ini justru tidak sehat. Para cerpenis pun calon sastrawan akhirnya berlomba-lomba menulis cerpen sebanyak lima-delapan halaman sesuai ruang yang tersedia di koran. Akibatnya kemampuan estetis mau tak mau harus rela berkompromi atau kasarnya terbelenggu oleh penulisnya sendiri demi memenuhi syarat pemuatan. Ide-ide cerita dengan diilhami peristiwa-peristiwa aktual di media massa tak dapat dipungkiri lagi bak ‘resep jitu’ demi menembus birokasi sastra koran. Akibat lainnya lagi perkembangan cerpen Indonesia surut dari gaya bertutur panjang yang mau tak mau harus kita akui telah dialami hampir semua cerpenis kita.
Dunia cerpen Indonesia memang berkembang karena banyak didukung ruang budaya yang tersedia di koran. Kendati berkembang demikian pesat sayangnya tak lagi menyisakan ‘kegilaan-kegilaan indah’. Cerpen macam Seribu Kunang-Kunang di Manhattannya Umar Kayam atau Dilarang Mencintai Bunga-Bunganya Kuntowijoyo mungkin menjadi kenangan manis saja bahwa perkembangan cerpen Indonesia pernah melakukan ‘kegilaan-kegilaan indah’ semacam itu. Hal ini masih diperparah dengan pelan-pelan ditinggalkannya intensitas menulis panjang karena koran sebagai satu-satunya media publikasi tak mampu menyediakan ruang yang luas.
Intensitas menulis panjang yang kian surut itu sadar atau tidak tak mampu membangun karakter kuat. Cerpen-cerpen diatas (Umar Kayam dan Kuntowijoyo) memang pernah dimuat di koran, namun ‘kegilaan’ dengan gaya bertutur semacam itupun ternyata juga telah ditinggalkan. Ragam permasalahan yang dengan segala hormat hanya melulu mencuplik peristiwa aktual pada akhirnya membelenggu kreativitas penulisnya sendiri.
MISKIN NOVELIS
Dalam berbagai diskusi sastra maupun pemberitaan di media cetak seringkali kaum kritikus kita mengeluh betapa miskinnya Indonesia dengan karya novel. Novel-novel semacam Saman dan Supernova dianggap sebagai penawar dahaga sastra Indonesia di tengah-tengah miskinnya novel-novel baru kita. Kehadiran dua novel eksperimental tersebut akhirnya dianggap beberapa kritikus sastra kita sebagai gebrakan. Kendati dua novel itu berhasil membuat gebrakan sayangnya belum mampu menggairahkan penulis-penulis muda kita menulis novel.
Mungkin terlalu berlebihan jika kita akhirnya telah sampai pada posisi menunggu lahirnya novelis baru lagi dengan berbagai ‘kegilaan’nya semacam dua novel yang disebutkan tadi. Tapi, apa boleh buat jika memang pada kenyataannya intensitas menulis panjang telah ditinggalkan kebanyakan penulis kita? Bukankah dengan ditinggalkannya intensitas ini berkaitan pula dengan minimnya karya-karya novel baru kita?
Karya-karya besar sastra dunia justru lahir dari intensitasnya menulis panjang. Metamorphosenya Kafka atau Karakter yang Menderitanya Luigi Pirandello (pemenang Nobel sastra tahun 1934) adalah salah satu contoh karya cerpen kelas dunia yang mampu menorehkan tinta emas dalam perkembangan dunia sastra. Indonesia sendiri pasca karya Pramoedya Ananta Toer bukannya tak ada dengan intensitas menulis macam itu. Dunia sastra Indonesia pernah melakukannya lewat Idrus (Dari Ave Maria sampai Jalan lain ke Roma) atau Orang-Orang Bloomingtoonnya Budi Darma. Bahkan salah satu masterpiece Budi Darma, Olenka semula diniatkan penulisnya sebagai cerpen bukan novel.
Menulis cerpen di koran memang tidak salah. Tapi hal inilah yang tanpa disadari adalah salah satu akibat dari ditinggalnya intensitas menulis panjang. Menulis cerpen sendiri pun seperti sudah disinggung di awal tulisan ini akhirnya membelenggu kreativitas penulisnya sendiri karena keterbatasan ruang di koran. Memang tak dapat dipungkiri menulis cerpen yang baik dengan panjang sebanyak lima-delapan halaman saja adalah tantangan kreatif berkarya. Tapi apakah para penulis kita harus terus menerus berkutat dengan tantangan semacam itu? Tentu tidak bukan? Bukankah masih banyak hal-hal lain yang perlu digali?
Share:

fendi

MENGARANG CERITA SEBELUM TIDUR
HIMPAUDI PROVINSI JAWA TIMUR

DEDE BURUNG BELAJAR MANDIRI


















OLEH
MUTOFIFAH



HIMPAUDI KABUPATEN TRENGGALEK
TAHUN 2011
1. Latar Belakang Pemilihan Judul
Ada kecenderungan dewasa ini orang tua dalam mendampingi anak dalam belajar/sekolah menemui beberapa kendala. Misalnya tidak mau ditinggal ibunya saat di sekolah, terutama usia PAUD. Padahal orang tua menginginkan setelah anaknya masuk PAUD dapat mandiri dan dapat bersosialisasi dengan teman dan guru. Berdasarkan kenyataan ini, penulis menginginkan tulisan yang sederhana ini dapat memberikan motivasi kepada orang tua agar buah hatinya bisa belajar mandiri dan barsosialisasi.

2. Sistematika Pemilihan Judul
Adanya suatu proses dan tahapan untuk memberikan pembelajaran agar anak dapat bersosialisasi dan mandiri.
Dalam cerita ini misalnya :
I. Sang ibu mulai mengurungkan niatnya untuk tidak meninnggalkan anaknya karena terus menangis
II. Hari berikut sang ibu memberanikan pergi meninggalkan anaknya dengan berat hati
III. Sang ibu dapat meninggalkan buah hatinya karena memang permintaan anaknya, karena sudah mulai berani ditinggal ibunya

3. Pesan Moral Yang Disampaikan
a. Dalam cerita ini memberikan pengetahuan kepada anak agar dapat mengetahui situasi dan kondisi yang sedang dia hadapi dan tidak egois, sehingga dapat terbiasa dengan hal yang baru.
b. Orang tua agar dapat bersabar untuk melatih anak bersosialisasi dan mandiri.

4. Aspek Perkembangan Yang Disampaikan
- Aspek Sosial Emosional yang berupa :
a. Kemampuan anak bersosialisasi dan mandiri
b. Sebab akibat dari suatu perbuatan dimana apabila ibunya tidak dapat mencari makan maka akan tidak punya persediaan makanan, akibatnya lapar-sakit perut.
- Aspek Moral Keagamaan
Anak diajarkan tentang bersyukur kepada Allah

DEDE BURUNG BELAJAR MANDIRI


Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah tiga ekor burung. Ibu burung, Dede burung dan Kakak burung. Pagi itu mereka bertiga sedang asyik makan bersama, makanannya ulat hutan, makannya lahap sekali. Tidak terasa persediaan amakannya telah habis. Ibu burung berkata “anak-anakku ! persediaan makanan kita telah habis, ibu cari makan dulu ya. Dede di rumah saja sama kakak, soalnya tempatnya jauh, anginnya kencang, Dede belum kuat terbang jauh.”
Dede burung langsung menangis, dia takut. Dia tidak mau jauh dari ibunya. Walaupun dia sudah dihibur ibu dan kakaknya, namun tetap saja menangis. Ibunya pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi mencari makan. Hari telah senja, anak-anak burung mulai merasa lapar. Dede dan Kakak perutnya sakit karena belum makan. Tidak terasa malampun semakin larut, Dede merengek minta makan, namun makanan mereka telah habis. Makanan di sekitar rumah mereka telah habis, makanan yang masih ada tempatnya jauh, ada di hutan sebelah.
Ibu burung berkata “Dede, mulai besok Dede mau kan ditinggal ibu mencari makan ? Bermain bersama Kakak biar Dede tidak lapar lagi”. Dede mengangguk sambil menangis menhan lapar. Karena capek, ketiganyapun akhirnya terlelap tidur.
Keesokan harinya mereka bangun, Dede wajahnya cemberut, teringat perkataan ibunya semalam, bahwa hari ini dia harus bermain sendiri tanpa ibunya di sampingnya. Karena biasanya dia selalu ikut kalau pergi mencari makan. Ditutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia membayangkan kalau ibunya tidak cepat-cepat pulang, bingung, sedih dan menangis.
Lalu ibunya berpamitan, walaupun bercampur sedih. Ibu burung berusaha menampakkan wajah ceria karena hari itu adalah hari pertama sang ibu meninggalkan Dede untuk mencari makan, dan berdoa semoga Allah senantiasa melindungi mereka.
Kemudian Kakak burung mengajak Dede burung bermain bersama teman-temannya di sekitar rumahnya. Dalam bermain, Dede kadang-kadang dia masih menangis mencari ibunya. Kakak burung dan temannya berusaha menghiburnya, sampai ibunya datang. Tak lama kemudian ibunyapun datang. Dede langsung berteriak kegirangan menyambut kedatangan ibunya. Ibunya membawa banyak makanan. Dibaginya makanan untuk Kakak, Dede dan teman-temannya. Mereka bersyukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah.
Hari kedua, sang ibu burung meninggalkan anak-anaknya, ada perubahan pada diri Dede yang kemarin dia menangis dan mencari ibunya, namun pada hari ini dia sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran ibunya. Dede mulai senang bermain, sampai-sampai ibunya datang dia tidak mengetahui. Tahu-tahu ibunya sudah berada di sampingnya sambil tersenyum. Bahkan dia minta kalau besok ibunya pergi saja mencari makan, Dede dan Kakak dirumah. “Dede sudah berani ditinggal mencari makan bu”, kata Dede burung.
Setelah seharian bermain dengan teman-teman, Dede burung, Kakak burung beristirahat dan makan malam bersama ibunya. Dede bercerita banyak tentang pengalamannya bersama Kakak dan teman-temannya. Ibu burung juga bercerita tentang perjalanannya mencari ulat hutan yang tempatnya jauh, anginnya kencang berbahaya untuk anak burung apabila ikut mencari makan.
Setelah makan dan merasa kenyang, mereka pun tertidur pulas. Akhirnya hari-hari mereka lalui dengan ceria, dengan kegiatan masing-masing tanpa kesedihan.
Share:

Blog Archive

Definition List


Selamat datang di Blog kecil kami. sebuah catatan perjalanan yang tak pernah usai.

Unordered List

Support