l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l l

Selamat Datang Di Blog Kami

Film - Cerita Horor - Berita - Musik - Pendidikan - Puisi. dll

Film-film Legendaris

Japan - Korea - K-drama - dan masih banyak lagi

Film-film Legendaris

Japan - Korea - K-drama - dan masih banyak lagi

FHD Quality only for you

film berkualitas HD ada disini

Cerita Horor

silahkan baca, elu takut gue gak tanggungjawab. . .

Kamis, 04 Oktober 2012

TRIK OPMIN GRATIS BARU


Hei guys,,,,,,ketemu lagi dengan gue nihhhhhh...hehehehehe..

oh iya,,,ni ada cerita mengenai trik internet gratis XL terbaru nih...mau tahu carannya...
1. pindah paket kamu ke paket Combo berkali-kali (caranya *123*4#, ikuti langkah selanjutnya)
2.buat acount internet xl baru biarkan semua original...
3. matikan proxy yang biasanya dipakai (Gak usah pake proxy)
4. pasang aplikasi operamini (operamini orginal bisa, handler juga bisa - biarkan semua original)
5. setelah itu,,langsung tancap gas ke operamininya,,,,,,,dijamin gratis...tis...tis...

untuk operamini bisa didownload disini operamini dan operamini gratis



SELAMAT MENCOBA YACHHHHHH..........




Share:

Jumat, 11 Mei 2012

perlu referensi tugas apresiasi sastra.....simak saja tulisan ini APRESIASI KARYA SASTRA PUISI BERJUDUL “TOBAT” BERDASARKAN PENDEKATAN DEDAKTIS KARYA RENDRA MASMUR MAWAR Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Apresiasi Sastra OLEH : FENDI CATUR MULYANTO NPM : 08.073045.2110.0051 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI TRENGGALEK TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan makalah “Apresiasi Sastra Berdasarkan Pendekatan Didaktif” ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas mata kuliah Apresiasi Sastra dari dosen pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dairi kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca, sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua sebagai pembaca amin. Trenggalek, 1 Oktober 2010 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penulisan BAB II PEMBAHASAN d. Pengertian Pendekatan Dedaktis e. Apresiasi Puisi Berdasarkan Pendekatan Dedaktis BAB III PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar istilah apresiasi. Barangkali dalam benak kita muncul pertanyaan: apa itu apresiasi sastra ? Istilah apresiasi muncul dari kata appreciate (Ing), yang berarti menghargai. Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan untuk menghargai sastra. Namun, dalam perkembangan berikutnya pengertian apresiasi sastra semakin luas. Banyak tokoh mencoba memberikan batasan tentang apresiasi sastra. Sastrawan bernama S. Effendi memberikan batasan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pada cipta sastra tersebut. Sedangkan tokoh lain , Yus Rusyana mendefinisikan apresiasi sastra sebagai pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai karya satra, dan kegairahan serta kenikmatan yang timbul sebagai akibat dari semua itu. Untuk menunjang ilmu sastra. Apresiasi karya sastra berguna pula untuk pengembangan dan pembinaan ilmu sastra (teori sastra). Apresiasi sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa teknik penceritaan dan sebagainya. Demikian, apresiasi karya sastra secara nyata memberi sumbangan pula dalam meningkatkan mutu karya sastrawan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah Apresiasi Karya Sastra Puisi Berjudul Tobat” Berdasarkan Pendekatan Dedaktis Karya Rendra Masmur Mawar secara terperinci dapat difokuskan pada pokok dan dijabarkan dalam pertanyaan sebagai berikut : a. Apa pengertian tentang apresiasi puisi? b. Apa pengertian pendekatan Dedaktis? c. Apa hasil dari apresiasi sastra dengan pendekatan dedaktis tersebut? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mengenal secara mendetail serta universal dalam Apresiasi Karya Sastra Puisi Berdasarkan Pendekatan Dedaktis BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian pendekatan dedaktis Puisi adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah dianalisis. Akan tetapi, tidak semua analisis sama baiknya. Analisis yang tidak benar akan menghasilkan kumpulan fragmen atau koleksi fragmen. Pendekatan sebagai prinsip dasar atau landasan yang digunakan seseorang ketika mengapresiasikan puisi dapat bermacam-macam. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan ditentukan oleh tujuan dan apa yang akan diapresiasikan lewat teks sastra yang dibacanya. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri (A. Teew. 1984 : 135). Dalam mengapresiasikan puisi terdapat banyak pendekatan-pendekatan yang bisa digunakan untuk mengapresiasikannya. Misalnya saja Pendekatan Parafrasis, Pendekatan Emotif, Pendekatan Analitis, Pendekatan SosioPsikologis, Pendekatan Historis, Pendekatan Didaktis. Pendekatan didaktis yaitu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif, maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Penerapan pendekatan ini menurut daya intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya. B. Apresiasi puisi berdasarkan pendekatan didaktis Pendekatan didaktis pada umumnya berusaha menemukan tanggapan pengarang terhadap lingkungannya. Pendekatan yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap diksi, citraan, bahasa kias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya. Di bawah ini akan disajikan sebuah analisis puisi yang diapresiasikan berdasarkan pendekatan didaktis “TOBAT “ Aku tobat, ya Tuhanku Tobat atas sebala dosaku Kacang-kacang berkembang Daun kobis segar di ladang Jantungku adalah biji kentang Digigit oleh tanah Subur dan menderita Digigit oleh tanah Aku tobat, ya Tuhanku Tobat atas segala dosaku Burung-burung kecil di belukar Batang pimping menggeliat Mulutmu daisi di hutan Sederhana dan naif sekali Mulutmu daisi di hutan Diinjak kaki petani Aku tobat, ya Tuhanku Telah kuinjak mulutmu Dan juga jantungku (Rendra, Masmur Mawar) Dari hasil analisis apresisasi yang dilakukan oleh penulis terhadap puisi tersebut dapat diperoleh data sebagai berikut : a. Tema, merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pada puisi “TOBAT” penyair menggunakan tema ketuhanan, karena terdapat pada beberapa bait sang penyair mengatakan tobat atau sang penyair ingin tobat dari segala apa yang telah dia lakukan. b. Perasaan (Feeling), suasana perasaan sang penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Pada puisi “TOBAT” sang penyair merasa sedih karena dalam puisi tersebut penyair mengungkapkan semua kesalahan yang dia lakukan dan akan bertobat. c. Nada dan Suasana - Nada, sikap penyair terhadap pembaca puisi “TOBAT” sikap penyair terhadap pembaca yaitu : lembut dan halus karena dia memohon agar tobat yang dilakukan dapat diterima. - Suasana, keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi yaitu : pembaca merasa sedih dan terharu, serta merenungkan semua apa yang dia lakukan sama dengan penyair lakukan. d. Amanat (pesan), Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya pada puisi “TOBAT” amanat yang terkandung yaitu : segala sesuatu yang kita lakukan baik itu yang bermanfaat atau tidak, pastinya kita akan minta ampun kepada Tuhan. BAB II PENUTUP A. Kesimpulan Apresiasi sastra memiliki beberapa pendekatan yang dapat digunakan, Pendekatan Parafrasis, Pendekatan Emotif, Pendekatan Analitis, Pendekatan SosioPsikologis, Pendekatan Historis, Pendekatan Didaktis. Seharusnya dalam pelaksanaannya keenam pendekatan di atas umumnya digunakan secara enklitik (salingberkaitan) tujuannya agar pembaca tidak merasa bosan dan sesuai dengan kompleksitas aspek maupun keragaman karakteristik cipta sastra itu sendiri. Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif, dari pengarang terhadap kehidupan. Penerapan pendekatan ini menurut daya intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya. Selain itu, dari pendekatan ini kita akan dapat menangkap amanat apa yang ingin disampaikan oleh pengarang tersebut. Misalnya pada puisi “TOBAT” ini amanat yang terkandung yaitu : segala sesuatu yang kita lakukan baik itu yang bermanfaat atau tidak, pastinya kita akan minta ampun kepada Tuhan. B. Saran Dalam kegiatan apresiasi sastra puisi berjudul “TOBAT” karya Rendra Masmur Mawar, kita akan lebih mdah dalam menganalisisna jika menggunakan pendekatan Dedaktis. Terlebihjika kita memahami apa yang terkandung dalam puisi tersebut, misalnya isi puisi, tema, serta amanat yang tertuang dalam puisi. PUSTAKA Tjahjono, Liberatus Tengsoe.1988. Sastra Indonesia : Pengantar Teori Dan Apresiasi. Ende : Nusa Indah http://www.scribd.com/doc/21268394/analisis-puisi-berdasarkan-pendekatan-struktural LAMPIRAN 1. Puisi “TOBAT “ Aku tobat, ya Tuhanku Tobat atas sebala dosaku Kacang-kacang berkembang Daun kobis segar di ladang Jantungku adalah biji kentang Digigit oleh tanah Subur dan menderita Digigit oleh tanah Aku tobat, ya Tuhanku Tobat atas segala dosaku Burung-burung kecil di belukar Batang pimping menggeliat Mulutmu daisi di hutan Sederhana dan naif sekali Mulutmu daisi di hutan Diinjak kaki petani Aku tobat, ya Tuhanku Telah kuinjak mulutmu Dan juga jantungku (Rendra, Masmur Mawar) 2. Paraphrase Puisi “TOBAT “ Aku tobat, (kepadamu) ya Tuhanku Tobat atas sebala dosaku (yang telah ku lakukan) Kacang-kacang berkembang Daun kobis segar di ladang Jantung-(dunia)-ku adalah biji kentang Digigit oleh tanah Subur dan menderita (karena) Digigit oleh tanah Aku tobat,(kepadamu) ya Tuhanku Tobat atas segala dosaku Burung-burung kecil (yang bertengger) di belukar Batang pimping menggeliat Mulutmu daisi di hutan (terlihat) Sederhana dan naif sekali Mulutmu daisi di hutan Diinjak kaki petani Aku tobat, ya Tuhanku (bagaikan) Telah aku (me-)injak mulutmu Dan juga jantung-(dunia)-ku
Share:
kali ini saya akan memposting tulisan saya yang berkaitan dengan perkuliahan kritik sasyra. tulisan ini merupakan tugas kuliah saya dimana ketika saya msih pada semester 5 cekidott... . . . . . . . POKOK KAYU Sapardi Djoko Damono “Suara angin di rumpun bambu Dan suara kapak di pokok kayu, Adakah bedanya, Saudaraku?” “Jangan mengganggu,” hardik seekor Tempua Yang sedang mengerami telur-telurnya Di kusut rambut Nuh yang sangat purba PEMBAHASAN 1. Tahap Deskriptif Adalah tahap pemaparan data - dalam satu puisi terdapat 2 bait - tiap bait terdiri dari 3 baris - tiap baris terdiri 1- 6 kata - pencipta Sapardi Djoko Damono 2. Tahap Penafsiran/ penafsiran Yaitu makna dari puisi, baik yang tersurat maupun yang tersirat - Pokok kayu = sesuatu yang berhubungan dengan kayu - Bait I - Suara angin dirumpun bambu ( suara-suara yang ditiup oleh angin) - Dan suara kapak yang dipokok kayu ( maksudnya suara-suara kapak yang sedang menebangi kayu) - Bait II - “Jangan mengganggu” hardik sang tempua yang sedang mengerami telur-telurnya (maksudnya adalah penebangan pohon yang secara sembarangan dapat merusak ekosistem alam seperti burung-burung, yang mengerami telurnya merasa terganggu dengan adanya perusakan alam) - Di kusut rambut Nuh yang sangat purba (maksudnya di jaman nabi Nuh (zaman dulu) mausia akan mendapatkan musibah atau bencana yang disebabkan oleh kerusakan manusia itu sendiri) 3. Tahap Analisis Adalah analisis atau penguraian. Merupakan rangakian kritik yang sudah menjelaskan/ menguraikan data Puisi berjudul “Pokok Kayu” Menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan kayu atau alam. Dan disaat alam dalam keadaan subur, kayu-kayu yang ditiup angin serta dedaunan yang terlihat hijau membawa kesejukan dan memberi nuansa damai. Namun, kesejukan itu tidak bertahan untuk waktu yang lama karena hasrat manusia yang ingin membuka lahan baru, dengan kapak mereka menebangi pohon. Dengan menebang pohon secara semabrangan, dapat mengganggu kehidupan burung-burung yang sedang mengerami telurnya. Dan disitulah bumi akan mendapatkan musibah, dengan kelakuan manusia yang serakah tak dapat dipungkiri lagi bahwa dapat merusak lingkungannya. 4. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi merupakan penilaian hasil simpulan dari rangkaian tahap analisis sebelumnya. Analisis simpulan dapat berupa pujian, berbobot baik, indah, menarik dan unik. Bisa juga cemoohan, ejekan, dianggap jelek, bermutu tidak menyentuh nilai-nilai kemanusiaan. Dari puisi berjudul “ Pokok Kayu” diatas, dapat disimpulkan bahwa makna sajak puisi tersebut begitu mendalam, yaitu seorang penulis memberikan pesan kepada pembaca yaitu apabila bumi dirawat dengan baik pasti akan membawa kebaikan, sedangkan apabila bumi tidak dirawat atau rusak oleh tangan-tangan jahil pasti bumi akan membalas dengan musibah.
Share:

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI TRENGGALEK TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.makalah ini akan membahas tentang unsure instrinsik dan ekstrinsik dari sebuah novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Laporan buku ini diwujudkan guna memenuhi tugas dosen. Tidak lupa kami ucakan terima kasih kepada dosen mata kuliah Prosa Fiksi Dan Drama yang telah banyak membimbing sehingga kami dapat menyelesaikan menyusun makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa buku ini banyak kekurangan serta kelemahan, kami sangat berharap adanya kritikan maupun saran untuk kemajuan dan perbaikan kearah selanjutnya. Trenggalek, Maret 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Pendahuluan Pembahasan A. Unsur Intrinsik a) Tokoh dan penokohan b) Setting c) Alur/ plot d) Point of View e) Amanat f) Tema g) Bahasa B. Unsur Ekstrinsik a) Pengarang b) Pembaca c) Masyarakat Penutup PENDAHULUAN Orang tua / guru sangat berperan penting di dalam proses pembentukan kepribadian anak. Sebagai orang tua yang baik, tidak hanya materi yang berlimpah dan perlengkapan permainan yang mewah sebagai wujud sayang kepada anak, melainkan sedikit teguran yang diimbangi dengan pujian itu adalah cara yang terbaik untuk pertumbuhannya. Supaya terbentuk kepribadian yang mandiri dan mampu hidup bersosial. Dalam novel karya Nh. Dini (PERTEMUAN DUA HATI) ini, menceritakan tentang perjuangan seorang guru SD (Bu Suci) yang mempertahankan murid sukarnya (Waskito) supaya tidak dikeluarkan dari sekolah. Dia bermaksud untuk merubah kebiasaan waskito yang dianggap sebagai murid jahat dikelasnya. Berkat keuletan Bu Suci akhirnya warsito berhasil dibimbing kearah yang benar. Tugas kita sebagai seorang guru bukan hanya menyampaikan pelajaran saja, dan tugas dianggap selesai jika semua pelajaran sudah disampaikan dengan tuntas,melainkan sebagai seorang guru / pendidik juga berkewajiban membimbing dan mengarahkan peserta didik kita kearah yang benar, agar tercipta kepribadian yang dapat menjaga dirinya sendiri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Guru yang baik yaitu guru yang mampu membagi waktu, waktu untuk keluarga dan waktu untuk tugasny sebagai guru. Dan tidak mencampurkan antara urusan rumah tangga dengan urusan sekolah. Semoga makalah kecil ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua sebagai calon-calon tenaga pendidik/ guru. PEMBAHASAN PROSA FIKSI Pengertian : Prosa Fiksi yaitu Cerita rekaan (cerita yang direka / kebenarannya sudah dirubah dengan gaya bahasa pengarang/ imajinasi, yang mempunyai tokoh dan jalan cerita. Cara penyampaiannya melalui bahasa (bahasanya berbentuk bahasa tulis). Dalam prosa fiksi, terdapat beberapa unsure yang membangun sebuah prosa fiksi. Unsur-unsur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Unsur Instrinsik a. Tokoh dan penokohan b. Setting c. Alur d. Point of fiew e. Amanat f. Tema g. bahasa 2. Unsur Ekstrinsik a. pengarang b. pembaca c. masyarakat Dibawah ini kami telah menulis mengenai unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang terkandung didalam novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Dalam novel ini dikisahkan Aku (Bu Suci) sebagai peran utama. Diceritakan Bu Suci selain sebagai ibu rumah tangga yang dikaruniai 3 orang anak dan seorang suami dia juga menjadi seorang pengajar di salah satu SD di kota kecil Purwodadi. Karena mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan dikota Semarang, ia memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya yang lama dan akhirnya mendapat pekerjaan di kota Semarang tempat ia dan keluarganya tinggal sekarang. Pekerjaan yang sama,yaitu sebagai guru SD dikota Semarang. Dari sinilah jalan cerita dimulai. Hingga cerita berakhir (Happy ending). A. Unsur Instrinsik a) Tokoh dan penokohan (Pelaku dalam cerita) 1. Aku (Bu Suci) 2. Bapak (ayahnya Bu Suci) 3. Suaminya Bu Suci 4. Tiga (3) anak Bu Suci 5. Uwak 6. Istri RT 7. Kepala Sekolah SD di salah satu Kota Semarang 8. Waskito 9. Kakek dan Nenek Waskito 10. Guru agama 11. Murid-murid SD kota Semarang  Ditinjau dari wataknya  Aku (Bu Suci) : Baik,tanggung jawab terhadap tugas,penuh dengan kasih sayang  Bapak (ayahnya Bu Suci) : tegas dalam mendidik anak  Suaminya Bu Suci : perhatian,pengertian  Tiga (3) anak Bu Suci : penurut  Anak 1=perempuan : lembut,cepat mengerti  Anak 2= laki-laki : diceritakan mengidap penyakit ayan  Anak 3= laki-laki(masih balita)  Uwak : sabar,penuh kasih sayang  Isteri RT : ramah  Kepala Sekolah SD Kota Semarang : tegas,berwibawa  Waskito : pendiam,cenderung pemarah  Kakek dan Nenek Waskito : penyabar,ramah  Guru agama : mudah menyesuaikan diri,baik  Bu De Waskito : baik,perhatian kepada anak  Murid-murid SD kota Semerang : patuh terhadap guru  Ditinjau dari peranannya  Tokoh utama => Aku(Bu Suci), Waskito  Tokoh sampingan(tokoh tambahan yang melengkapi tokoh utama) => Bapak (ayahnya Bu Suci), Suaminya Bu Suci, Tiga (3) anak Bu Suci, Uwak, Isteri RT, Kepala Sekolah SD Kota Semarang, Kakek dan Nenek Waskito, Guru agama, rekan-rekan guru Bu Suci, Murid-murid SD kota Semerang.  Ditinjau dari karakter  Tokoh bulat (tokoh kompleks) / tokoh yang mempunyai banyak permasalahan. => Aku(Bu Suci), Waskito, Nenek Waskito  Tokoh yang sederhana (non kompleks) => suami Bu Suci Sedangkan dalam cara dramatik, dalam melukiskan tokoh-tokohnya (karakterisasi) tidak dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui beberapa cara. : i. Melukiskan keadaan sekitar tokoh Kesimpulan kami sebagai berikut: “Bu Suci dan keluarganya menempati rumah kontrakan di Purwodadi. Rumah itu tidat terlalu besar tetapi cukup bila ditempati mereka berlima. Dengan dua kamar dan pekarangan yang tidak terlalu besar. Lingkungan rumah yang nyaman,penduduk saling mengenal,rata-rata mempunyai tingkat hidup setaraf. Tempat tinggal sesuai dengan yang mereka dambakan,meskipun terletak dipinggiran kota, yang terpenting yaitu dekat dengan sekolah dan pasar, sebab itu menjadi prioritas utama. ii. Melukiskan reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama Misalnya kutipan dari hal.33 alinia 1 “…………dia menganggapku terlalu bersemangat memikirkan nasib anak didikku satu demi satunya. Katanya, karena aku baru pindahdari kota kecil, memandang persoalan tersebut sebaga sesuatu yang harus menyita waktu di luar jam kerja…………………………………………………… iii. Melukiskan pikiran dan perasaan tokoh Dalam novel ini dikisahkan : Bu Suci => penurut kepada orang tuanya, selalu megalah diantara saudara-saudaranya, sabar dan tabah dalam menghadapi kehidupan, tidak pernah menuntut lebih kepada suaminy, peduli kepada peserta didiknya,selalu meminta pendapat kepada orang lain setiap akan mengambil keputusan. Waskito => pendiam, selalu meluapkan perasaannya dengan kekerasan/ memberontak, sulit bergaul dengan teman sekelasnya karena ia ditakuti teman-temannya karena sikapnya yang keras, sebenarnya ia hanya minta untuk diperhatikan dan sedikit bimbingan. Dsb. iv. Melukiskan perbuatan tokoh Kami ambil pada hal.47 alinia 2 “Anak dan murid. Bukan anak atau murid. Ya, akhirnya itulah yang harus kupilih: kedua-duanya. Aku ingin, dan aku minta kepada Tuhan,agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru.dengan pertolonganNya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Maha Bisa dalam segala-galanya.  Ditinjau dari perkembangannya  Tokoh Dinamis => tokoh dalam alur cerita mengalami perubahan  Waskito ( dari murid sukar,berkat usaha keras Bu Suci akhirnya sifatnya dapat berubah menjadi seorang murid yang patuh terhadap tugas dan mau bergaul dengan teman-temannya.)  Tokoh statis  Bu Suci(tetap menjadi guru)  Semua tokoh dalam novel tersebut selain Waskito  Ditinjau dari cara menampilkan tokoh  Dalam novel tersebut pengarang tidak menyebutkan semua nama masing-masing tokoh. Tetapi ada sebagian tokoh yang disebutkan namanya. Misal: Aku(Bu Suci), Waskito Yang tidak disebutkan namanya,misalkan hanya disebutkan perannya di dalam cerita. Misal: Suami dari Bu Suci,Kepala Sekolah,dll.  Masing-masing tokoh perwatakannya dilukiskan secara langsung, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan ceritanya. Misal:  Aku(Bu Suci) => nurut dengan nasehat orang tuanya ( dalam alinia 1 hal. 10 “Aku patuh,menurut nasehat orang tua. Bapak mengantarkan aku…………………”)  Waskito => pendiam, tapi pada saat tertentu ia sering mengamuk/marah tanpa ada yang tahu sebabnya karena ia mengalami ketertekanan batin. Hal itu disebabkan karena orang tua waskito terlalu memanjakannya, apapun yang diinginkannya selalu dituruti dan dilarang untuk bermain bersama teman-temannya. Sehingga terbentuk kepribadian yang suka memberontak dan sukar untuk bersosialisasi dengan orang-orang didekatnya.  Ditinjau dari gaya penceritaan Dilihat dari gaya berceritanya, novel ini diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, dengan melibatkan pengarang sebagai peran utama yaitu Aku. b) Setting  Waktu/ tempat yang melatari sebuah cerita.  Dalam novel ini banyak sekali melibatkan tempat-tempat, waktu, peristiwa, dan suasana yang mendukung jalannya cerita. Misal :  Rumah Bu Suci yang dikota semarang “dirumah itu ia tinggal dengan ketiga anakny, suaminya, dan Uwak. Kehidupannya sangat sederhana namun bahagia, sebab masing-masing anggota keluarga saling pengertian, menghormati dan saling mendukung. Meskipun salah satu anak bu suci(anak ke-2) menderita penyakit ayan semua anggota keluarga ikut terlibat didalam merawatnya.”  Sekolah dasar di kota semarang “pada jam-jam sekolah,Bu Suci mengabdikan diri sebagai guru disana. Pekerjaannya tidak selamanya seperti yang diharapkan. Sebab ada salah satu siswanya yang terkategori murid sukar(Waskito). Ia bermaksud untuk merubah kebiasaan buruknya, sebeb yang ia dapat informasi dari neneknya Waskito sebenarnya anak yang baik dan penurut,sehingga ada kemungkinan untuk diperbaiki kepribadiannya. Dan lingkungan sekolah yang nyaman memungkinkan untuk tempat bermain para siswa disekitarnya.”  Dirumah RT “Bu Suci berbincang-bincang dengan istri RT, perihal kepindahannya tersebut. Sebab ia harus mematuhi tatacara yang berlaku.”  Dirumah kakek dan nenek Waskito “ dari sinilah Bu Suci mengetahui sebab sebenarnya Waskito sampai berbuat seperti itu, dan mulai saat itu Bu Suci mempunyai gambaran bagaimana cara yang akan diterapkan untuk merubah murid sukarnya itu (Waskito).”  Rumah sakit tempat Bu suci bekerja, “di sini tempat anak Bu Suci yang ke-dua diperiksakan sampai akhirnya ia mengetahui bahwa anaknya menderita penyakit ayan.”  Di kantor SD tempat Bu Suci mengajar. “di ruangan ini Bu Suci dan rekan-rekannya sering membincangkan perihal Waskito. Bahwa suatu hari Bu Suci dan rekan-rekannya berdebat mengenai ulahnya di sekolah ini, dan dia patut untuk dikeluarkan, tetapi Bu Suci membantahnya, ia tetap mengusulkan supaya Waskito tidak dikeluarkan. Dan dia berjanji utuk merubah kepribadian Waskito dan seterusnya.”  Kota Purwodadi .”Tempat kelahiran Bu Suci, disini ia dibesarkan sekaligus tempat tinggal keluarganya sebelum pindah ke kota semarang. Pada suatu kesempatan setelah pembagian raport Bu Suci mengajak Waskito berkunjung ke kota kecil ini sebagai hadiah karena Waskito bisa membuktikan bahwa sebenarnya dia bukan murid yang sukar, melainkan murid yang sama dengan murid-murid yang lainnya.”  Sepanjang jalan dari rumah Bu Suci ke SD. “Jalan yang biasa di lalui Bu Suci untuk berangkat mengajar. Ia sering berangkat dengan anaknya yang ke-2 sebab dia juga bersekolah di sana. Di sepanjang jalan mereka berangkat sekolah, mereka sering berbincang-bincang sambil naik becak yang mengantarkannya ke sekolah.” c) Alur / Plot  Rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita dari awal hingga akhir. Tahapan alur dibagi menjadi: 1. Eksposisi Dalam Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk pengenalan secara langsung, ini dapat dilihat pada alinia ke-2 pada halaman 9. “Beberapa bulan yang lalu, suamiku dipindah perusahaannya ke kota besar ini. Aku sendiri waktu itu menjadi guru di purwodadi dengan panggilan nama Bu Suci… 2. Komplikasi Di dalam Novel ini banyak sekali terjadi konflik, diantaranya: • Konflik manusia dengan manusia Terdapat pada alinia ke-2 halaman 69 “ Dengan susah payah aku mempertahankan muridku, para rekan yang menginginkan pengeluaran Waskito ternyata lebih banyak dari yang mendukungku. Tetapi aku bersitahan….” • Konflik batin Salah satunya terdapat pada halaman 46 alinia ke-2 “ ………………………..urusan murid sukar belum selesai………, kini Tuhan memberiku percobaan lain. Keluargaku terlibat, dan aku harus memilih. Manakah yang lebih penting.” 3. Klimaks (puncak konfliks) Dari apa yang telah kami baca serta yang kami pahami dari novel ini, kami nenyimpulkan klimaks (puncak konflik) sebagai berikut : • Karena Bu Suci menginginkan yang terbaik untuk anaknya, ia menurut dengan nasihat suaminya. Ia membawa anaknya ke rumah sakit tempat suaminya bekerja. Dari situ diketahui bahwa anaknya yang ke-2 mengidap penyakit ayan. Karena Bu Suci tidak ingin dalam masa perkembangan fisik serta mental anaknya terganggu ia melaksanakan semua yang telah disarankan dokter kepadanya. Satu lagi tugas yang harus diselesaikan Bu Suci yaitu merubah kebiasaan buruk Waskito (murid sukarnya). Karena pada saat itu Waskito masih tercatat sebagai muridnya, maka Bu Sucu bermaksud untuk memperbaiki perilakunya. • Setelah melaksanakan rapat dengan Kepala Sekolah dan rekan-rekannya akhirnya Bu Suci diberi kesempatan satu bulan untuk membimbing Waskito. Jika selama satu bulan itu tidak ada perubahan pada diri Waskito maka ia berhak dikeluarkan dari Sekolah ini. • Akhirnya berkat keuletan dan kesabaran serta perhatian yang diberikan Bu Suci kepada Waskito, ia berhasil memimbing Waskito kearah yang benar, dan akhirnya Waskito naik kelas dan ia menghadiahi Waskito dengan mengajaknya berlibur ke Kota Purwodadi (Tempat kelahiran bu Suci). 4. Peleraian Bu Suci diberi kesempatan selama satu bulan oleh Kepala Sekolah untuk merubah sikap dan perilaku Waskito. Yang pada akhirnya Bu Suci mampu mewujudkannya. 5. Penyelesaian Berakhir dengan happy ending (bahagia). Karena Waskito menunjukkan perubahan perilaku, sehingga akhirnya Waskito naik kelas dan kemudian dia diajak Bu Suci berlibur ke Kota Purwodadi dimana tempat Bu Suci dilahirkan.  Dilihat dari jalan ceritanya, Novel berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini termasuk kedalam alur campuran (dimana cerita dimulai dari masa dahulu – masa sekarang – kembali ke masa dahulu – dan seterusnya).  Berdasarkan standart kehidupan berceritanya, Novel ini termasuk alur tertutup, sebab jalan ceritanya sudah ditentukan dengan jelas oleh pengarang dan tidak memberi kesempatan kepada pembaca untuk menentukan bagaimana akhir cerita tersebut. d) Point Of View (Sudut pandang)  Posisi atau letak pengarang dalam sebuah cerita yang dikarang atau disampaikan. Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk ke dalam sudut pandang orang pertama. Ini dapat dilihat dari cara pengarang menggunakan penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai aku-an) di dalam novel. e) Amanat/Pesan  Pesan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati : • Pesan moral (sikap, perilaku) Salah satunya terdapat pada halaman 32 alinia I “…kami semua sepakat bahwa anak-anak tumbuh tidak hanya memerlukan makanan, mereka juga membutuhkan kemesraan, menginginkan perhatian. Rasa cinta kepada mereka yang diperlihatkan , menanamkan benih kekuatan tersendiri……….” • Pesan Sosial Hubungan antara guru dan murid tidak terbatas hanya dengan menyampaikan pelajaran yang sudah ditetapkan sesuai dengan kurikulum, melainkan lebih dari itu harus ada keterikatan batin dan rasa kasih sayang seperti orang tuanya sendiri. Supaya mampu menciptakan lulusan-lulusan yang bisa membawa diri sendiri serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. • Pesan Religius Semua yang terjadi pada hidup ini karena kehendak Alloh SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa dan Alloh SWT yang menentukannya. Salah satunya terdapat pada alinia ke-5 halaman 71. “Malamnya aku gelisah. Tidurku sangat terganggu. Dugaanku bermacam-macam. Barangkali Waskito tidak masuk esok pagi! Atau masuk, membawa pisau, atau golok, atau senjata lain yang lebih mengerikan guna membalas dendam terhadapku. Dalam sujudku menghadap Tuhan sebelum dini hari tiba, rasa kerendahan diriku semakin kutekan. Kami ini manusia sangat hina, kecil dan tak berdaya jika Tuhan tidak menghendaki keunggulan kami!” f) Tema  Tema adalah ide yang mendasari cerita. Dalam Novel yang berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini lebih cenderung bertema Dedaktif atau edukatif. Tetapi ada sebagian peristiwa yang mengandung tema moral. g) Bahasa Jika dilihat dari gaya berceritanya (style of though), novel ini termasuk kategori gaya bahasa langsung. Pengarang menceritakan sendiri semua peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Dalam novel ini juga banyak dipakai kata yang merupakan kata-kata istimewa. Misalnya : sukar, konon, kelak, sekonyong-konyong. Mengintruksikan tumpuhan, jeng (bu), dsb. Dalam novel ini juga terdapat gaya bahasa yang bermacam-macam. Gaya bahasa yang dipakai dalam kutipan itu berkisar antara gaya bahasa Hiperbola (misalnya : tercekik oleh keharuan,…………..pastilah mulutku akan terloncat cerita peristiwa dikelas kehadapan rekan-rekanku). Gaya bahasa Metonemia (misalnya: dalam kata “membuka Hati”) B. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik yang terbentuk dari novel berjudul “Pertemuan Dua Hati” Karya N.H. Dini : 1. Pengarang Pengarang novel ini bernama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936; umur 74 tahun ) atau lebih dikenal dengan nama N.H. Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Setamat SMA bagian sastra (1936), mengikuti Kursus Pramugari Daraat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960 bekerja di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut ia bermukim di Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dansejak 1980 menetap di Jakarta dan Semarang. Karyanya : Dua Dunia (1965), hati yang Damai (1961), La Barka (1977), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatran (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1987), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Sekayu (1981), Amir Hamzah Pangeran dari seberang (1981), Kuncup Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-orang Tran (1985). Trejemahannya : sampar (karya Albert Camus, La Peste; 1985). - Sejarah hidup : N.H. Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul". N.H. Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan. Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi supir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api. Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya. Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Jakarta dalam acara Tunas Mekar. Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah terlanjur di cap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca N.H. Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya. Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama N.H. Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidak adilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, seperti komentar Putu Wijaya ; ' kebawelan yang panjang.' Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya sudah amat ke barat-baratan, hingga norma ketimuran hampir tidak dikenalinya lagi. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya N.H. Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra. Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya, masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk. Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali-hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya. Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekedar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang syarat ide cemerlang. Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional. Ia mengakui bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Ia mengambil contoh bukunya yang berjudul Pada Sebuah Kapal, prosesnya hampir sepuluh tahun sampai buku itu terbit padahal mengetiknya hanya sebulan. Baginya, yang paling mengasyikkan adalah mengumpulkan catatan serta penggalan termasuk adegan fisik, gagasan dan lain-lain. Ketika ia melihat melihat atau mendengar yang unik, sebelum tidur ia tulis tulis dulu di blocknote dengan tulis tangan. Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil berpikir, mengolah dan menganalisa. la merangkai sebuah naskah yang sedang dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita. Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis diKobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (kini 42 tahun) dan Pierre Louis Padang (kini 36 tahun). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah kePnom Penh,Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis. Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta. Mantan suaminya masih sering berkunjung ke Indonesia. Dini sendiri pernah ke Kanada ketika akan mengawinkan Lintang, anaknya. Lintang sebenarnya sudah melihat mengapa ibunya berani mengambil keputusan cerai. Padahal waktu itu semua orang menyalahkannya karena dia meninggalkan konstitusi perkawinan dan anak-anak. Karena itulah ia tak memperoleh apa-apa dari mantan suaminya itu. Ia hanya memperoleh 10.000 dollar AS yang kemudian digunakannya untuk membuat pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang. Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLHE mil Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit pada tahun 1974, di saat ia dan suaminya sudah pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang sudah tak terbantahkan lagi. Mengisi kesendiriannya, ia bergiat menulis cerita pendek yang dimuat berbagai penerbitan. Di samping itu, ia pun aktif memelihara tanaman dan mengurus pondok bacanya di Sekayu. Sebagai pencinta lingkungan, Dini telah membuat tulisan bersambung di surat kabar Sinar Harapan yang sudah dicabut SIUPP-nya, dengan tema transmigrasi. Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan. Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000. Dini kemudian sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta. Dewan Kesenian Jawa Tengah, mengorganisasi dompet kesehatan N.H. Dini. Hatinya semakin tersentuh ketika mengetahui ada guru-guru SD yang ikut menyumbang, baik sebesar 10 ribu, atau 25 ribu. Setelah ia sembuh, Dini, mengirimi mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya. Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya, sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang. Alhasil, Dini di Yogya tetap menekuni kegiatan yang sama ia tekuni di Semarang, membuka taman bacaan. Kepeduliannya, mengundang anak-anak di lingkungan untuk menyukai bacaan beragam bertema tanah air, dunia luar, dan fiksi. Ia ingin anak-anak di lingkungannya membaca sebanyak-banyaknya buku-buku dongeng, cerita rakyat, tokoh nasional, geografi atau lingkungan Indonesia, cerita rekaan dan petualangan, cerita tentang tokoh internasional, serta pengetahuan umum. Semua buku ia seleksi dengan hati-hati. Jadi, Pondok Baca N.H. Dini yang lahir di Pondok Sekayu, Semarang pada 1986 itu, sekarang diteruskan di aula Graha Wredha Mulya. Ia senantiasa berpesan agar anak-anak muda sekarang banyak membaca dan tidak hanya keluyuran. Ia juga sangat senang kalau ada pemuda yang mau jadi pengarang, tidak hanya jadi dokter atau pedagang. Lebih baik lagi jika menjadi pengarang namun mempunyai pekerjaan lain. Dalam kondisinya sekarang, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Ia merasa beruntung karena dibesarkan oleh orang tua yang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang senantiasa menjaga harga diri. Mungkin karena itu pulalah N.H. Dini tidak mudah menerima tawaran-tawaran yang mempunyai nilai manipulasi dan dapat mengorbankan harga diri. Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya. Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya 2. Pembaca Pembaca novel ini adalah kelompok VI yang anggotanya terdiri dari Amin Riyadi, Fendi Catur Mulyanto, Suswati, Tri Puji Eftiniyawati, yang pada saat ini menempuh jalur pendidikan pada perguruan tinggi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI Trenggalek). Adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 20-26 tahun, dimana terdapat perbedaan dalam menanggapi sebuah karya sastra dengan pola pikiran karena perbedaan usianya.. Pembaca yang pada saat ini telah menempuh semester IV masuk Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Trenggalek pada tahun 2008 jurusan PBS/PBSI dan berkecimpung dalam dunia sastra ini mendalami karya sastra-karya sastra yang juga merupakan kajian dari mata kuliah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan tekad mendalami sastra, pembaca dengan relative cepat dapat menangkap apa yang dituliskan pengarang dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini. Dari latar budaya dan tingkat kehidupan yang beragam, Pembaca hidup di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam tingkat pendidikan dan bermata pencaharian. Pada umumnya, masyarakat di lingkungan sekitar pembaca yang mayoritas beragama islam sehingga berpengaruh terhadap pola pikir, kebiasaan, adat-istiadat. Sebagian besar dari pola hidup pembaca cenderung mengarah pada agama islam.dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani. Pembaca hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Dengan tingkat pendidikan nimim sarjana, mayoritas antara SMA kebawah, pembaca melakukan aktifitas yang sehari-hari dilakukan oleh masyarakat umum. 3. Masyarakat : Dari unsur masyarakat yang jelas berasal dari tingkatan yang berbeda, pola pikir yang berbeda serta umur yang berbeda, mereka yang memiliki banyak perbedaan, misalnya ada yang gemar membaca, ada yang tidak gemar membaca, hal itu dipengaruhi karena berbagai faktor. Bahkan dengan latar belakang tingkat pendidikan yang tidak sama. Bagi anak Sekolah Dasar, membaca novel merupakan kegiatan yang sangat membosankan, mereka hanya bepikir untuk menghabiskan waktu untuk bermain saja. Setelah beranjak dewasa mereka belum juga mengerti apa arti sebuah novel dalam kehidupan. Hal itu merupakan kebiasaan yang juga tidak bisa diubah, terlebih pada era globalisasi ini banyak tercipta teknologi yang menjadikan anak-anak enggan untuk menyentuh buku. Dengan berdalih “kepraktisan” semua “proses pengajaran” telah dikesampingkan agar cepat memperoleh pengajaran dan pengetahuan Masyarakat dapat mengilustrasikan bagaimana jalan cerita yang diceritakan oleh pengarang terhadap novelnya tersebut. Masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang pastinya tidak sama, maka juga pasti terdapat perbedaan dalam memahami novel dan mencerna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis. Meski pemahaman dilakukan oleh tingkat pendidikan yang setingkat, masyarakat masih rancu untuk memahami maksud dari si pengarang. Sebagian besar dari pola hidup masyarakat cenderung mengarah pada agama islam, dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani masyarakat hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Tingkat pendidikan masyarakatpun sangat minim, mayoritas antara SMA kebawah. Hal ini mempengaruhi masyarakat terhadap tingkat pemahaman novel. Daripada itu, Terkadang masyarakat tidak mengenal betul mengenai novel. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sebagian besar pola pikir mereka tak pernah membaca cerita sampai habis, mereka hanya melihat pada sampul buku yang apabila sampul buku itu terlihat menarik maka akan dilihat, dan akan ditinggal jika sampul buku tersebut tidak ada menariknya. Atau juga karena mereka disibukkan oleh aktifitas sehari-hari yang biasa mereka lakukan. Kehidupannya yang juga mempengaruhi bagaimana jalan cerita novel tersebut dapat dipahami. Pola pikir masyarakat pada umumnya, tidak begitu menjelaskan bahwa novel yang telah tercipta tidak melenceng jauh terhadap kehidupan novel tersebut. Ada yang mengatakan bahwa apa yang diceritakan dalam novel tersebut merupakan hal hal yang tabu dan bertolak belakang dengan adat-istiadat masyarakat sekitar, tetapi ada pula masyarakat yang menganggap bahwa cerita yang diangkat oleh si pengarang merupakan hal biasa yang telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam kesehariannya merupakan hal umum yang dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam cerita dalam novel tersebut, sangat erat kaitannya perilaku tokoh yang juga menggambarkan kehidupan sehari-hari, cara berpakaiannya, tingkah lakunya, gaya bicaranya, bahkan perilaku seperti itu telah menjadi tren pada saat itu. Walaupun hanya cerita yang tak ada kebenarannya, novel ini berpengaruh kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku-perilaku yang digambarkan dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini juga pempunyai pesan moral, pesan social, serta pesan religius yang begitu mendalam yang dapat di contoh oleh masyarakat. Cerita dalam novel pun dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah prosa fiksi terdapat unsur yang membangun dan membentuk sebuah karya sastra. Sebuah unsur yang akan mengikat sebuah karya sastra yang nantinya akan membuat sebuah karya menjadi karya sastra yang menarik. Misalnya saja dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini. Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik yang erat kaitanya dalam sebuah karya sastra yang nantinya dapat membentuk sebuah maha karya. Dalam pembahasan ini, kita juga dapat mengambil contoh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini. yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat ditarik kesimpulan dari novel Nh. Dini, bahwa Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu juga orang tua Bu Suci dan juga nenek Waskito. Sampai saat ini Bu Suci tidak pernah menyesal karena dulu sudah mematuhi nasehat dan perintah orang tuanya. Sekarang ia begitu menikmati profesinya sebagai pengajar SD. Guru tidak hanya mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan mengajar serta mendidik memberikan perhatian seperti kepada anaknya sendiri. Supaya murid mau memperhatikan dan mengamalkan apa yang telah mereka dapatkan di sekolah, sebagai bagian dari anggota masyarakat. Sikap anak terbentuk karena didikan orang tuanya serta lingkungan tempat ia dibesarkan. Oleh karena itu, didikan masa dini sangat diperlukan dan dasar anak untuk menghadapi kehidupan selanjutnya. Misalnya Waskito tokoh dalam novek karya Nh. Dini (Pertemuan Dua Hati), dikisahkan bahwa waskito adalah anak orang kaya. Apa yang selalu ia inginkan selalu ia dapatkan dengan mudah. Tetapi Waskito tidak pernah mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, ia hanya mendapatkan perhatian dari kakek dan neneknya itupun tidak seberapa. Pada akhirnya, terbentuklah kepribadian Waskito yang pendiam tapi penuh dengan dendam dan amarah, serta ia sering mengamuk tanpa sebab yang jelas. Dari kisah Waskito tersebut sudah jelas sekali tercermin bagaimana cara mendidik anak yang keliru. Seorang anak, selain membutuhkan benda-benda yang mewah juga memerlukan perhatian yang tulus khususnya dari kedua orang tuanya. Berangkat dari situlah Bu Suci ingin membantu permasalahan Waskito. Karena sebenarnya Waskito bukan anak yang nakal/ murid sukar. Ia hanya menginginkan perhatian dari orang-orang disekitarnya. Keinginan itu diluapkan dengan kemarahan dan mengamuk. Berkat ketulusan dan keuletan Bu Suci, akhirnya Waskito berhasil disadarkan. Ia menunjukkan sikap perubahannya. Meskipun itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Akhirnya Bu Suci berhasil mewujujkannya. Dan Waskito naik kelas. Sebagai hadiahnya, Bu Suci mengajaknya berlibur ke kota Purwodadi tempat kelahiran Bu Suci.
Share:

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI

MAKALAH PROSA FIKSI DAN DRAMA UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBUAH NOVEL “PERTEMUAN DUA HATI” Karya Nh. DINI div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI TRENGGALEK TAHUN 2010 KATA PENGANTAR Dengan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.makalah ini akan membahas tentang unsure instrinsik dan ekstrinsik dari sebuah novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Laporan buku ini diwujudkan guna memenuhi tugas dosen. Tidak lupa kami ucakan terima kasih kepada dosen mata kuliah Prosa Fiksi Dan Drama yang telah banyak membimbing sehingga kami dapat menyelesaikan menyusun makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat diterima dan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa buku ini banyak kekurangan serta kelemahan, kami sangat berharap adanya kritikan maupun saran untuk kemajuan dan perbaikan kearah selanjutnya. Trenggalek, Maret 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Pendahuluan Pembahasan A. Unsur Intrinsik a) Tokoh dan penokohan b) Setting c) Alur/ plot d) Point of View e) Amanat f) Tema g) Bahasa B. Unsur Ekstrinsik a) Pengarang b) Pembaca c) Masyarakat Penutup PENDAHULUAN Orang tua / guru sangat berperan penting di dalam proses pembentukan kepribadian anak. Sebagai orang tua yang baik, tidak hanya materi yang berlimpah dan perlengkapan permainan yang mewah sebagai wujud sayang kepada anak, melainkan sedikit teguran yang diimbangi dengan pujian itu adalah cara yang terbaik untuk pertumbuhannya. Supaya terbentuk kepribadian yang mandiri dan mampu hidup bersosial. Dalam novel karya Nh. Dini (PERTEMUAN DUA HATI) ini, menceritakan tentang perjuangan seorang guru SD (Bu Suci) yang mempertahankan murid sukarnya (Waskito) supaya tidak dikeluarkan dari sekolah. Dia bermaksud untuk merubah kebiasaan waskito yang dianggap sebagai murid jahat dikelasnya. Berkat keuletan Bu Suci akhirnya warsito berhasil dibimbing kearah yang benar. Tugas kita sebagai seorang guru bukan hanya menyampaikan pelajaran saja, dan tugas dianggap selesai jika semua pelajaran sudah disampaikan dengan tuntas,melainkan sebagai seorang guru / pendidik juga berkewajiban membimbing dan mengarahkan peserta didik kita kearah yang benar, agar tercipta kepribadian yang dapat menjaga dirinya sendiri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Guru yang baik yaitu guru yang mampu membagi waktu, waktu untuk keluarga dan waktu untuk tugasny sebagai guru. Dan tidak mencampurkan antara urusan rumah tangga dengan urusan sekolah. Semoga makalah kecil ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua sebagai calon-calon tenaga pendidik/ guru. PEMBAHASAN PROSA FIKSI Pengertian : Prosa Fiksi yaitu Cerita rekaan (cerita yang direka / kebenarannya sudah dirubah dengan gaya bahasa pengarang/ imajinasi, yang mempunyai tokoh dan jalan cerita. Cara penyampaiannya melalui bahasa (bahasanya berbentuk bahasa tulis). Dalam prosa fiksi, terdapat beberapa unsure yang membangun sebuah prosa fiksi. Unsur-unsur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Unsur Instrinsik a. Tokoh dan penokohan b. Setting c. Alur d. Point of fiew e. Amanat f. Tema g. bahasa 2. Unsur Ekstrinsik a. pengarang b. pembaca c. masyarakat Dibawah ini kami telah menulis mengenai unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang terkandung didalam novel karya Nh. Dini yang berjudul PERTEMUAN DUA HATI. Dalam novel ini dikisahkan Aku (Bu Suci) sebagai peran utama. Diceritakan Bu Suci selain sebagai ibu rumah tangga yang dikaruniai 3 orang anak dan seorang suami dia juga menjadi seorang pengajar di salah satu SD di kota kecil Purwodadi. Karena mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan dikota Semarang, ia memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya yang lama dan akhirnya mendapat pekerjaan di kota Semarang tempat ia dan keluarganya tinggal sekarang. Pekerjaan yang sama,yaitu sebagai guru SD dikota Semarang. Dari sinilah jalan cerita dimulai. Hingga cerita berakhir (Happy ending). A. Unsur Instrinsik a) Tokoh dan penokohan (Pelaku dalam cerita) 1. Aku (Bu Suci) 2. Bapak (ayahnya Bu Suci) 3. Suaminya Bu Suci 4. Tiga (3) anak Bu Suci 5. Uwak 6. Istri RT 7. Kepala Sekolah SD di salah satu Kota Semarang 8. Waskito 9. Kakek dan Nenek Waskito 10. Guru agama 11. Murid-murid SD kota Semarang  Ditinjau dari wataknya  Aku (Bu Suci) : Baik,tanggung jawab terhadap tugas,penuh dengan kasih sayang  Bapak (ayahnya Bu Suci) : tegas dalam mendidik anak  Suaminya Bu Suci : perhatian,pengertian  Tiga (3) anak Bu Suci : penurut  Anak 1=perempuan : lembut,cepat mengerti  Anak 2= laki-laki : diceritakan mengidap penyakit ayan  Anak 3= laki-laki(masih balita)  Uwak : sabar,penuh kasih sayang  Isteri RT : ramah  Kepala Sekolah SD Kota Semarang : tegas,berwibawa  Waskito : pendiam,cenderung pemarah  Kakek dan Nenek Waskito : penyabar,ramah  Guru agama : mudah menyesuaikan diri,baik  Bu De Waskito : baik,perhatian kepada anak  Murid-murid SD kota Semerang : patuh terhadap guru  Ditinjau dari peranannya  Tokoh utama => Aku(Bu Suci), Waskito  Tokoh sampingan(tokoh tambahan yang melengkapi tokoh utama) => Bapak (ayahnya Bu Suci), Suaminya Bu Suci, Tiga (3) anak Bu Suci, Uwak, Isteri RT, Kepala Sekolah SD Kota Semarang, Kakek dan Nenek Waskito, Guru agama, rekan-rekan guru Bu Suci, Murid-murid SD kota Semerang.  Ditinjau dari karakter  Tokoh bulat (tokoh kompleks) / tokoh yang mempunyai banyak permasalahan. => Aku(Bu Suci), Waskito, Nenek Waskito  Tokoh yang sederhana (non kompleks) => suami Bu Suci Sedangkan dalam cara dramatik, dalam melukiskan tokoh-tokohnya (karakterisasi) tidak dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui beberapa cara. : i. Melukiskan keadaan sekitar tokoh Kesimpulan kami sebagai berikut: “Bu Suci dan keluarganya menempati rumah kontrakan di Purwodadi. Rumah itu tidat terlalu besar tetapi cukup bila ditempati mereka berlima. Dengan dua kamar dan pekarangan yang tidak terlalu besar. Lingkungan rumah yang nyaman,penduduk saling mengenal,rata-rata mempunyai tingkat hidup setaraf. Tempat tinggal sesuai dengan yang mereka dambakan,meskipun terletak dipinggiran kota, yang terpenting yaitu dekat dengan sekolah dan pasar, sebab itu menjadi prioritas utama. ii. Melukiskan reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama Misalnya kutipan dari hal.33 alinia 1 “…………dia menganggapku terlalu bersemangat memikirkan nasib anak didikku satu demi satunya. Katanya, karena aku baru pindahdari kota kecil, memandang persoalan tersebut sebaga sesuatu yang harus menyita waktu di luar jam kerja…………………………………………………… iii. Melukiskan pikiran dan perasaan tokoh Dalam novel ini dikisahkan : Bu Suci => penurut kepada orang tuanya, selalu megalah diantara saudara-saudaranya, sabar dan tabah dalam menghadapi kehidupan, tidak pernah menuntut lebih kepada suaminy, peduli kepada peserta didiknya,selalu meminta pendapat kepada orang lain setiap akan mengambil keputusan. Waskito => pendiam, selalu meluapkan perasaannya dengan kekerasan/ memberontak, sulit bergaul dengan teman sekelasnya karena ia ditakuti teman-temannya karena sikapnya yang keras, sebenarnya ia hanya minta untuk diperhatikan dan sedikit bimbingan. Dsb. iv. Melukiskan perbuatan tokoh Kami ambil pada hal.47 alinia 2 “Anak dan murid. Bukan anak atau murid. Ya, akhirnya itulah yang harus kupilih: kedua-duanya. Aku ingin, dan aku minta kepada Tuhan,agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru.dengan pertolonganNya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Maha Bisa dalam segala-galanya.  Ditinjau dari perkembangannya  Tokoh Dinamis => tokoh dalam alur cerita mengalami perubahan  Waskito ( dari murid sukar,berkat usaha keras Bu Suci akhirnya sifatnya dapat berubah menjadi seorang murid yang patuh terhadap tugas dan mau bergaul dengan teman-temannya.)  Tokoh statis  Bu Suci(tetap menjadi guru)  Semua tokoh dalam novel tersebut selain Waskito  Ditinjau dari cara menampilkan tokoh  Dalam novel tersebut pengarang tidak menyebutkan semua nama masing-masing tokoh. Tetapi ada sebagian tokoh yang disebutkan namanya. Misal: Aku(Bu Suci), Waskito Yang tidak disebutkan namanya,misalkan hanya disebutkan perannya di dalam cerita. Misal: Suami dari Bu Suci,Kepala Sekolah,dll.  Masing-masing tokoh perwatakannya dilukiskan secara langsung, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan ceritanya. Misal:  Aku(Bu Suci) => nurut dengan nasehat orang tuanya ( dalam alinia 1 hal. 10 “Aku patuh,menurut nasehat orang tua. Bapak mengantarkan aku…………………”)  Waskito => pendiam, tapi pada saat tertentu ia sering mengamuk/marah tanpa ada yang tahu sebabnya karena ia mengalami ketertekanan batin. Hal itu disebabkan karena orang tua waskito terlalu memanjakannya, apapun yang diinginkannya selalu dituruti dan dilarang untuk bermain bersama teman-temannya. Sehingga terbentuk kepribadian yang suka memberontak dan sukar untuk bersosialisasi dengan orang-orang didekatnya.  Ditinjau dari gaya penceritaan Dilihat dari gaya berceritanya, novel ini diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, dengan melibatkan pengarang sebagai peran utama yaitu Aku. b) Setting  Waktu/ tempat yang melatari sebuah cerita.  Dalam novel ini banyak sekali melibatkan tempat-tempat, waktu, peristiwa, dan suasana yang mendukung jalannya cerita. Misal :  Rumah Bu Suci yang dikota semarang “dirumah itu ia tinggal dengan ketiga anakny, suaminya, dan Uwak. Kehidupannya sangat sederhana namun bahagia, sebab masing-masing anggota keluarga saling pengertian, menghormati dan saling mendukung. Meskipun salah satu anak bu suci(anak ke-2) menderita penyakit ayan semua anggota keluarga ikut terlibat didalam merawatnya.”  Sekolah dasar di kota semarang “pada jam-jam sekolah,Bu Suci mengabdikan diri sebagai guru disana. Pekerjaannya tidak selamanya seperti yang diharapkan. Sebab ada salah satu siswanya yang terkategori murid sukar(Waskito). Ia bermaksud untuk merubah kebiasaan buruknya, sebeb yang ia dapat informasi dari neneknya Waskito sebenarnya anak yang baik dan penurut,sehingga ada kemungkinan untuk diperbaiki kepribadiannya. Dan lingkungan sekolah yang nyaman memungkinkan untuk tempat bermain para siswa disekitarnya.”  Dirumah RT “Bu Suci berbincang-bincang dengan istri RT, perihal kepindahannya tersebut. Sebab ia harus mematuhi tatacara yang berlaku.”  Dirumah kakek dan nenek Waskito “ dari sinilah Bu Suci mengetahui sebab sebenarnya Waskito sampai berbuat seperti itu, dan mulai saat itu Bu Suci mempunyai gambaran bagaimana cara yang akan diterapkan untuk merubah murid sukarnya itu (Waskito).”  Rumah sakit tempat Bu suci bekerja, “di sini tempat anak Bu Suci yang ke-dua diperiksakan sampai akhirnya ia mengetahui bahwa anaknya menderita penyakit ayan.”  Di kantor SD tempat Bu Suci mengajar. “di ruangan ini Bu Suci dan rekan-rekannya sering membincangkan perihal Waskito. Bahwa suatu hari Bu Suci dan rekan-rekannya berdebat mengenai ulahnya di sekolah ini, dan dia patut untuk dikeluarkan, tetapi Bu Suci membantahnya, ia tetap mengusulkan supaya Waskito tidak dikeluarkan. Dan dia berjanji utuk merubah kepribadian Waskito dan seterusnya.”  Kota Purwodadi .”Tempat kelahiran Bu Suci, disini ia dibesarkan sekaligus tempat tinggal keluarganya sebelum pindah ke kota semarang. Pada suatu kesempatan setelah pembagian raport Bu Suci mengajak Waskito berkunjung ke kota kecil ini sebagai hadiah karena Waskito bisa membuktikan bahwa sebenarnya dia bukan murid yang sukar, melainkan murid yang sama dengan murid-murid yang lainnya.”  Sepanjang jalan dari rumah Bu Suci ke SD. “Jalan yang biasa di lalui Bu Suci untuk berangkat mengajar. Ia sering berangkat dengan anaknya yang ke-2 sebab dia juga bersekolah di sana. Di sepanjang jalan mereka berangkat sekolah, mereka sering berbincang-bincang sambil naik becak yang mengantarkannya ke sekolah.” c) Alur / Plot  Rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita dari awal hingga akhir. Tahapan alur dibagi menjadi: 1. Eksposisi Dalam Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk pengenalan secara langsung, ini dapat dilihat pada alinia ke-2 pada halaman 9. “Beberapa bulan yang lalu, suamiku dipindah perusahaannya ke kota besar ini. Aku sendiri waktu itu menjadi guru di purwodadi dengan panggilan nama Bu Suci… 2. Komplikasi Di dalam Novel ini banyak sekali terjadi konflik, diantaranya: • Konflik manusia dengan manusia Terdapat pada alinia ke-2 halaman 69 “ Dengan susah payah aku mempertahankan muridku, para rekan yang menginginkan pengeluaran Waskito ternyata lebih banyak dari yang mendukungku. Tetapi aku bersitahan….” • Konflik batin Salah satunya terdapat pada halaman 46 alinia ke-2 “ ………………………..urusan murid sukar belum selesai………, kini Tuhan memberiku percobaan lain. Keluargaku terlibat, dan aku harus memilih. Manakah yang lebih penting.” 3. Klimaks (puncak konfliks) Dari apa yang telah kami baca serta yang kami pahami dari novel ini, kami nenyimpulkan klimaks (puncak konflik) sebagai berikut : • Karena Bu Suci menginginkan yang terbaik untuk anaknya, ia menurut dengan nasihat suaminya. Ia membawa anaknya ke rumah sakit tempat suaminya bekerja. Dari situ diketahui bahwa anaknya yang ke-2 mengidap penyakit ayan. Karena Bu Suci tidak ingin dalam masa perkembangan fisik serta mental anaknya terganggu ia melaksanakan semua yang telah disarankan dokter kepadanya. Satu lagi tugas yang harus diselesaikan Bu Suci yaitu merubah kebiasaan buruk Waskito (murid sukarnya). Karena pada saat itu Waskito masih tercatat sebagai muridnya, maka Bu Sucu bermaksud untuk memperbaiki perilakunya. • Setelah melaksanakan rapat dengan Kepala Sekolah dan rekan-rekannya akhirnya Bu Suci diberi kesempatan satu bulan untuk membimbing Waskito. Jika selama satu bulan itu tidak ada perubahan pada diri Waskito maka ia berhak dikeluarkan dari Sekolah ini. • Akhirnya berkat keuletan dan kesabaran serta perhatian yang diberikan Bu Suci kepada Waskito, ia berhasil memimbing Waskito kearah yang benar, dan akhirnya Waskito naik kelas dan ia menghadiahi Waskito dengan mengajaknya berlibur ke Kota Purwodadi (Tempat kelahiran bu Suci). 4. Peleraian Bu Suci diberi kesempatan selama satu bulan oleh Kepala Sekolah untuk merubah sikap dan perilaku Waskito. Yang pada akhirnya Bu Suci mampu mewujudkannya. 5. Penyelesaian Berakhir dengan happy ending (bahagia). Karena Waskito menunjukkan perubahan perilaku, sehingga akhirnya Waskito naik kelas dan kemudian dia diajak Bu Suci berlibur ke Kota Purwodadi dimana tempat Bu Suci dilahirkan.  Dilihat dari jalan ceritanya, Novel berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini termasuk kedalam alur campuran (dimana cerita dimulai dari masa dahulu – masa sekarang – kembali ke masa dahulu – dan seterusnya).  Berdasarkan standart kehidupan berceritanya, Novel ini termasuk alur tertutup, sebab jalan ceritanya sudah ditentukan dengan jelas oleh pengarang dan tidak memberi kesempatan kepada pembaca untuk menentukan bagaimana akhir cerita tersebut. d) Point Of View (Sudut pandang)  Posisi atau letak pengarang dalam sebuah cerita yang dikarang atau disampaikan. Novel Pertemuan Dua Hati ini termasuk ke dalam sudut pandang orang pertama. Ini dapat dilihat dari cara pengarang menggunakan penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai aku-an) di dalam novel. e) Amanat/Pesan  Pesan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati : • Pesan moral (sikap, perilaku) Salah satunya terdapat pada halaman 32 alinia I “…kami semua sepakat bahwa anak-anak tumbuh tidak hanya memerlukan makanan, mereka juga membutuhkan kemesraan, menginginkan perhatian. Rasa cinta kepada mereka yang diperlihatkan , menanamkan benih kekuatan tersendiri……….” • Pesan Sosial Hubungan antara guru dan murid tidak terbatas hanya dengan menyampaikan pelajaran yang sudah ditetapkan sesuai dengan kurikulum, melainkan lebih dari itu harus ada keterikatan batin dan rasa kasih sayang seperti orang tuanya sendiri. Supaya mampu menciptakan lulusan-lulusan yang bisa membawa diri sendiri serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. • Pesan Religius Semua yang terjadi pada hidup ini karena kehendak Alloh SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa dan Alloh SWT yang menentukannya. Salah satunya terdapat pada alinia ke-5 halaman 71. “Malamnya aku gelisah. Tidurku sangat terganggu. Dugaanku bermacam-macam. Barangkali Waskito tidak masuk esok pagi! Atau masuk, membawa pisau, atau golok, atau senjata lain yang lebih mengerikan guna membalas dendam terhadapku. Dalam sujudku menghadap Tuhan sebelum dini hari tiba, rasa kerendahan diriku semakin kutekan. Kami ini manusia sangat hina, kecil dan tak berdaya jika Tuhan tidak menghendaki keunggulan kami!” f) Tema  Tema adalah ide yang mendasari cerita. Dalam Novel yang berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini lebih cenderung bertema Dedaktif atau edukatif. Tetapi ada sebagian peristiwa yang mengandung tema moral. g) Bahasa Jika dilihat dari gaya berceritanya (style of though), novel ini termasuk kategori gaya bahasa langsung. Pengarang menceritakan sendiri semua peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Dalam novel ini juga banyak dipakai kata yang merupakan kata-kata istimewa. Misalnya : sukar, konon, kelak, sekonyong-konyong. Mengintruksikan tumpuhan, jeng (bu), dsb. Dalam novel ini juga terdapat gaya bahasa yang bermacam-macam. Gaya bahasa yang dipakai dalam kutipan itu berkisar antara gaya bahasa Hiperbola (misalnya : tercekik oleh keharuan,…………..pastilah mulutku akan terloncat cerita peristiwa dikelas kehadapan rekan-rekanku). Gaya bahasa Metonemia (misalnya: dalam kata “membuka Hati”) B. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik yang terbentuk dari novel berjudul “Pertemuan Dua Hati” Karya N.H. Dini : 1. Pengarang Pengarang novel ini bernama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936; umur 74 tahun ) atau lebih dikenal dengan nama N.H. Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Setamat SMA bagian sastra (1936), mengikuti Kursus Pramugari Daraat GIA Jakarta (1956), dan terakhir mengikuti Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957-1960 bekerja di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut-turut ia bermukim di Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dansejak 1980 menetap di Jakarta dan Semarang. Karyanya : Dua Dunia (1965), hati yang Damai (1961), La Barka (1977), Namaku Hiroko (1977), Keberangkatran (1977), Sebuah Lorong di Kotaku (1987), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), Sekayu (1981), Amir Hamzah Pangeran dari seberang (1981), Kuncup Berseri (1982), Tuileries (1982), Segi dan Garis (1983), dan Orang-orang Tran (1985). Trejemahannya : sampar (karya Albert Camus, La Peste; 1985). - Sejarah hidup : N.H. Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul". N.H. Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan. Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi supir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api. Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya. Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Jakarta dalam acara Tunas Mekar. Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah terlanjur di cap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca N.H. Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya. Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama N.H. Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidak adilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, seperti komentar Putu Wijaya ; ' kebawelan yang panjang.' Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya sudah amat ke barat-baratan, hingga norma ketimuran hampir tidak dikenalinya lagi. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya N.H. Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra. Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya, masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk. Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali-hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya. Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekedar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang syarat ide cemerlang. Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional. Ia mengakui bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Ia mengambil contoh bukunya yang berjudul Pada Sebuah Kapal, prosesnya hampir sepuluh tahun sampai buku itu terbit padahal mengetiknya hanya sebulan. Baginya, yang paling mengasyikkan adalah mengumpulkan catatan serta penggalan termasuk adegan fisik, gagasan dan lain-lain. Ketika ia melihat melihat atau mendengar yang unik, sebelum tidur ia tulis tulis dulu di blocknote dengan tulis tangan. Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil berpikir, mengolah dan menganalisa. la merangkai sebuah naskah yang sedang dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita. Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis diKobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (kini 42 tahun) dan Pierre Louis Padang (kini 36 tahun). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis. Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah kePnom Penh,Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis. Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta. Mantan suaminya masih sering berkunjung ke Indonesia. Dini sendiri pernah ke Kanada ketika akan mengawinkan Lintang, anaknya. Lintang sebenarnya sudah melihat mengapa ibunya berani mengambil keputusan cerai. Padahal waktu itu semua orang menyalahkannya karena dia meninggalkan konstitusi perkawinan dan anak-anak. Karena itulah ia tak memperoleh apa-apa dari mantan suaminya itu. Ia hanya memperoleh 10.000 dollar AS yang kemudian digunakannya untuk membuat pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang. Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLHE mil Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit pada tahun 1974, di saat ia dan suaminya sudah pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang sudah tak terbantahkan lagi. Mengisi kesendiriannya, ia bergiat menulis cerita pendek yang dimuat berbagai penerbitan. Di samping itu, ia pun aktif memelihara tanaman dan mengurus pondok bacanya di Sekayu. Sebagai pencinta lingkungan, Dini telah membuat tulisan bersambung di surat kabar Sinar Harapan yang sudah dicabut SIUPP-nya, dengan tema transmigrasi. Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan. Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000. Dini kemudian sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta. Dewan Kesenian Jawa Tengah, mengorganisasi dompet kesehatan N.H. Dini. Hatinya semakin tersentuh ketika mengetahui ada guru-guru SD yang ikut menyumbang, baik sebesar 10 ribu, atau 25 ribu. Setelah ia sembuh, Dini, mengirimi mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya. Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya, sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang. Alhasil, Dini di Yogya tetap menekuni kegiatan yang sama ia tekuni di Semarang, membuka taman bacaan. Kepeduliannya, mengundang anak-anak di lingkungan untuk menyukai bacaan beragam bertema tanah air, dunia luar, dan fiksi. Ia ingin anak-anak di lingkungannya membaca sebanyak-banyaknya buku-buku dongeng, cerita rakyat, tokoh nasional, geografi atau lingkungan Indonesia, cerita rekaan dan petualangan, cerita tentang tokoh internasional, serta pengetahuan umum. Semua buku ia seleksi dengan hati-hati. Jadi, Pondok Baca N.H. Dini yang lahir di Pondok Sekayu, Semarang pada 1986 itu, sekarang diteruskan di aula Graha Wredha Mulya. Ia senantiasa berpesan agar anak-anak muda sekarang banyak membaca dan tidak hanya keluyuran. Ia juga sangat senang kalau ada pemuda yang mau jadi pengarang, tidak hanya jadi dokter atau pedagang. Lebih baik lagi jika menjadi pengarang namun mempunyai pekerjaan lain. Dalam kondisinya sekarang, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Ia merasa beruntung karena dibesarkan oleh orang tua yang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang senantiasa menjaga harga diri. Mungkin karena itu pulalah N.H. Dini tidak mudah menerima tawaran-tawaran yang mempunyai nilai manipulasi dan dapat mengorbankan harga diri. Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya. Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya 2. Pembaca Pembaca novel ini adalah kelompok VI yang anggotanya terdiri dari Amin Riyadi, Fendi Catur Mulyanto, Suswati, Tri Puji Eftiniyawati, yang pada saat ini menempuh jalur pendidikan pada perguruan tinggi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI Trenggalek). Adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 20-26 tahun, dimana terdapat perbedaan dalam menanggapi sebuah karya sastra dengan pola pikiran karena perbedaan usianya.. Pembaca yang pada saat ini telah menempuh semester IV masuk Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Trenggalek pada tahun 2008 jurusan PBS/PBSI dan berkecimpung dalam dunia sastra ini mendalami karya sastra-karya sastra yang juga merupakan kajian dari mata kuliah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dan tekad mendalami sastra, pembaca dengan relative cepat dapat menangkap apa yang dituliskan pengarang dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini. Dari latar budaya dan tingkat kehidupan yang beragam, Pembaca hidup di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam tingkat pendidikan dan bermata pencaharian. Pada umumnya, masyarakat di lingkungan sekitar pembaca yang mayoritas beragama islam sehingga berpengaruh terhadap pola pikir, kebiasaan, adat-istiadat. Sebagian besar dari pola hidup pembaca cenderung mengarah pada agama islam.dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani. Pembaca hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Dengan tingkat pendidikan nimim sarjana, mayoritas antara SMA kebawah, pembaca melakukan aktifitas yang sehari-hari dilakukan oleh masyarakat umum. 3. Masyarakat : Dari unsur masyarakat yang jelas berasal dari tingkatan yang berbeda, pola pikir yang berbeda serta umur yang berbeda, mereka yang memiliki banyak perbedaan, misalnya ada yang gemar membaca, ada yang tidak gemar membaca, hal itu dipengaruhi karena berbagai faktor. Bahkan dengan latar belakang tingkat pendidikan yang tidak sama. Bagi anak Sekolah Dasar, membaca novel merupakan kegiatan yang sangat membosankan, mereka hanya bepikir untuk menghabiskan waktu untuk bermain saja. Setelah beranjak dewasa mereka belum juga mengerti apa arti sebuah novel dalam kehidupan. Hal itu merupakan kebiasaan yang juga tidak bisa diubah, terlebih pada era globalisasi ini banyak tercipta teknologi yang menjadikan anak-anak enggan untuk menyentuh buku. Dengan berdalih “kepraktisan” semua “proses pengajaran” telah dikesampingkan agar cepat memperoleh pengajaran dan pengetahuan Masyarakat dapat mengilustrasikan bagaimana jalan cerita yang diceritakan oleh pengarang terhadap novelnya tersebut. Masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang pastinya tidak sama, maka juga pasti terdapat perbedaan dalam memahami novel dan mencerna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis. Meski pemahaman dilakukan oleh tingkat pendidikan yang setingkat, masyarakat masih rancu untuk memahami maksud dari si pengarang. Sebagian besar dari pola hidup masyarakat cenderung mengarah pada agama islam, dengan mayoritas mata pencaharian sebagai petani masyarakat hidup dengan tingkat kehidupan yang minim dan berkecukupan. Tingkat pendidikan masyarakatpun sangat minim, mayoritas antara SMA kebawah. Hal ini mempengaruhi masyarakat terhadap tingkat pemahaman novel. Daripada itu, Terkadang masyarakat tidak mengenal betul mengenai novel. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sebagian besar pola pikir mereka tak pernah membaca cerita sampai habis, mereka hanya melihat pada sampul buku yang apabila sampul buku itu terlihat menarik maka akan dilihat, dan akan ditinggal jika sampul buku tersebut tidak ada menariknya. Atau juga karena mereka disibukkan oleh aktifitas sehari-hari yang biasa mereka lakukan. Kehidupannya yang juga mempengaruhi bagaimana jalan cerita novel tersebut dapat dipahami. Pola pikir masyarakat pada umumnya, tidak begitu menjelaskan bahwa novel yang telah tercipta tidak melenceng jauh terhadap kehidupan novel tersebut. Ada yang mengatakan bahwa apa yang diceritakan dalam novel tersebut merupakan hal hal yang tabu dan bertolak belakang dengan adat-istiadat masyarakat sekitar, tetapi ada pula masyarakat yang menganggap bahwa cerita yang diangkat oleh si pengarang merupakan hal biasa yang telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang dalam kesehariannya merupakan hal umum yang dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam cerita dalam novel tersebut, sangat erat kaitannya perilaku tokoh yang juga menggambarkan kehidupan sehari-hari, cara berpakaiannya, tingkah lakunya, gaya bicaranya, bahkan perilaku seperti itu telah menjadi tren pada saat itu. Walaupun hanya cerita yang tak ada kebenarannya, novel ini berpengaruh kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku-perilaku yang digambarkan dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini juga pempunyai pesan moral, pesan social, serta pesan religius yang begitu mendalam yang dapat di contoh oleh masyarakat. Cerita dalam novel pun dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah prosa fiksi terdapat unsur yang membangun dan membentuk sebuah karya sastra. Sebuah unsur yang akan mengikat sebuah karya sastra yang nantinya akan membuat sebuah karya menjadi karya sastra yang menarik. Misalnya saja dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini. Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik yang erat kaitanya dalam sebuah karya sastra yang nantinya dapat membentuk sebuah maha karya. Dalam pembahasan ini, kita juga dapat mengambil contoh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini ini. yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat ditarik kesimpulan dari novel Nh. Dini, bahwa Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu juga orang tua Bu Suci dan juga nenek Waskito. Sampai saat ini Bu Suci tidak pernah menyesal karena dulu sudah mematuhi nasehat dan perintah orang tuanya. Sekarang ia begitu menikmati profesinya sebagai pengajar SD. Guru tidak hanya mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan mengajar serta mendidik memberikan perhatian seperti kepada anaknya sendiri. Supaya murid mau memperhatikan dan mengamalkan apa yang telah mereka dapatkan di sekolah, sebagai bagian dari anggota masyarakat. Sikap anak terbentuk karena didikan orang tuanya serta lingkungan tempat ia dibesarkan. Oleh karena itu, didikan masa dini sangat diperlukan dan dasar anak untuk menghadapi kehidupan selanjutnya. Misalnya Waskito tokoh dalam novek karya Nh. Dini (Pertemuan Dua Hati), dikisahkan bahwa waskito adalah anak orang kaya. Apa yang selalu ia inginkan selalu ia dapatkan dengan mudah. Tetapi Waskito tidak pernah mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, ia hanya mendapatkan perhatian dari kakek dan neneknya itupun tidak seberapa. Pada akhirnya, terbentuklah kepribadian Waskito yang pendiam tapi penuh dengan dendam dan amarah, serta ia sering mengamuk tanpa sebab yang jelas. Dari kisah Waskito tersebut sudah jelas sekali tercermin bagaimana cara mendidik anak yang keliru. Seorang anak, selain membutuhkan benda-benda yang mewah juga memerlukan perhatian yang tulus khususnya dari kedua orang tuanya. Berangkat dari situlah Bu Suci ingin membantu permasalahan Waskito. Karena sebenarnya Waskito bukan anak yang nakal/ murid sukar. Ia hanya menginginkan perhatian dari orang-orang disekitarnya. Keinginan itu diluapkan dengan kemarahan dan mengamuk. Berkat ketulusan dan keuletan Bu Suci, akhirnya Waskito berhasil disadarkan. Ia menunjukkan sikap perubahannya. Meskipun itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Akhirnya Bu Suci berhasil mewujujkannya. Dan Waskito naik kelas. Sebagai hadiahnya, Bu Suci mengajaknya berlibur ke kota Purwodadi tempat kelahiran Bu Suci.
Share:

gaya bahasa

kali ini saya akan memposting mengenai gaya bahasa yang ada dalam sastra Gaya bahasa pertentangan ini juga terdiri atas sejumlah gaya bahasa. Di bawah ini adalah gaya bahasa pertentangan yang sering dipakai. Macam gaya bahasa pertentangan antara lain : 1. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih – lebihan, atau membesar – besarkan sesuatu yang dimaksud dengan tujuan memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi, memperhebat, serta meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Contoh: Teriakan para pengunjuk rasa itu membelah angkasa. 2. Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil – kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, tujuannya untuk merendahkan diri. Litotes merupakan lawan dari hiperbola. Contoh: Jakarta sebagai kota metropolitan bukan kota yang kecil dan sepi. 3. Ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya bertentangan dengan makna sebenarnya. Contoh: Pagi benar engkau datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00 4. Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta – fakta yang ada. Contoh: Musuh sering merupakan kawan yang akrab. 5. Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan. Contoh: Dua hari yang lalu korban kerusuhan berjumlah lima belas orang, kemarin bertambah menjadi dua puluh, sekarang terhitung sejumlah tiga puluh orang. 6. Antiklimaks merupakan gaya bahasa kebalikan dari klimaks. Dalam gaya bahasa antiklimaks, susunan ungkapannya disusun makin lama makin menurun. Contoh: Bukan hanya Kepala Sekolah dan Guru yang mengumpulkan dana untuk korban kerusuhan, para murid ikut menyumbang semampu mereka. 7. Antitesis Gaya bahasa pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan arti. Contoh: Cantik atau tidak,kaya atau miskin, bukanlah suatu ukuran nilai seorang wanita. 8. Okupasi merupakan gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian di beri penjelasan atau diakhiri kesimpulan. Contoh: Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokokk tidak dapat menghentikan kebiasaannya.Maka muncullah pabrik-pabrik rook karena untungnya banyak. 9. Kontradiksio Intermimis merupakan gaya bahasa yang memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semula. Contoh: Semua murid di kelas ini hadir, kecuali si Hasan yang sedang ikut Jambore.
Share:

Jumat, 02 Maret 2012


...sambungan dari hal 3
Sastra dan Manusia
LO-ornament-2658271) Sastra dan manusia merupakan bentuk kesatuan yang sulit terpisahkan. Hal ini disebabkan karena sastra berisi tentang manusia dan kehidupannya. Kehidupan sastra adalah kehidupan manusia di mana manusia beragam yang akan melahirkan suatu persoalan dalam kehidupan. Sehingga dalam hubungan sasta dengan manusia dapat mewujudkan suatu wadah menuju kedewasaan dalam mengambil kebijakan terhadap persoalan yang telah dihadapinya. Karena manusia tidak lepas dari rasa takut, malu, dan mudah putus asa disetiap menghadapi sesuatu, padahal itu tidak perlu untuk dilakukan pada diri manusia. Misalnya : manusia dapat mengkritik kehidupannya dengan menempatkan sastra sebagai alat. Hal ini karena karya sastra berisi kehidupan manusia yang berupa pengalaman suka, duka dan derita yang telah dialaminya.
Untuk itu sastra perlu dibina dan dilestarikan sebagai wujud rasa tanggungjawab pada diri manusia dan kelanjutan bersastra Indonesa.
Sastra dan Agama
Pada hakekatnya sastra dan agama merupakan muara pada rasa dan jiwa yang selalu memiliki kebersamaan dalam menuju suatu kebenaran disetiap menjalani kehidupan. Akan tetapi hal itu dapat pula menjadikan suatu bumerang apabila setiap manusia yang menjalani berbelok arah dalam muara jiwanya, tak jarang manusia menutup mukanya dengan berbagai kata-kata yang hanya sekedar mendapatkan sanjungan sehingga segala bentuk jiwa yang dimiliki kandas dalam ucapanya.
Maka dalam urusan sastra manusia perlu terlibat langsung pada nilai-nilai kebenaran dengan muara jiwanya. Salah satu contoh dalam agama manusia perlu mempelajari hukum-hukum formal dengan kritis sebagai bentuk pembersihan hati atau jiwa pemeluknya karena dengan adanya hal tersebut merupakan inti agama. Sama halnya dengan sastra, segala bentuk perasaan atau bathin tertulis dalam sebuah kata sebagai kekuatan dalam kebenaran. Sehingga para sastrawan banyak menjelaskan bahwa sastra dan agama satu kesatuan yang mengacu pada jiwa. Untuk itu manusia dalam menciptakan suatu karya sastra perlu mengembangkan kebajikan dan kebijaksanaan karena karya yang ditulis akan di baca oleh masyarakat.
2)Karya sastra perlu memberikan hikmah pada pembaca sehingga akan membawa pencerahan pembaca. Hikmah yang dimaksud berupa nilai dan kearifan yang tinggal di hati. Karya sastra dikatakan bagus bukanlah sekedar kata-katanya yang bagus tapi maknanya bersifat pencerahan. Agar agama dan sastra berjalan dengan beriringan maka manusia perlu melakukan perubahan pola pikir dan sikap dalam dirinya pada jalan kebenaran.
Sastra dan Sosial
1

 
4

 
Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra sastrawan mengungkapkan problema kehidupan yang dimana pengarang berada di dalamnya.
MC900339982[1]3)Sastra dapat menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu realita sosial. 4)Namun dalam hal ini masih banyak masyarakat yang memandang bahwa karya sastra hanya bersifat khayalan pengarang yang penuh kebohongan sehingga timbul klasifikasi dan diskriminasi. Padahal karya sastra dapat membangun inspirasi pembaca dan juga dapat mengetahui realita kehidupan yang ada. Dalam peranan sastra terhadap kehidupan masyarakat adalah memperhalus nilai keindahan jiwa yang mempunyai makna kebenaran meskipun kata-kata masih perlambangan dan masih perlu pemahaman. Selain itu sastra dapat melestarikan peradaban bangsa serta dapat memanusiakan manusia kedalam tempatnya untuk melakukan kebajikan serta merubah bentuk kepribadiannya.
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih sayang kepada sesama, dan tak kalah pentingnya terhadap sang pencipta. Untuk itu manusia perlu mengembangkan segala pola fikir yang kritis dan melestarikan kehidupan bersastra karena dengan sastra kehidupan bangsa juga akan menuju pintu kebenaran.
“ Ajarkan sastra kepada anak-anakmu agar mereka berani “
(Pesan Sayyidinah Umar Bin Khathab)
Syair Hindun Binti Utbah saat memberi semangat pada tentaranya dalam perang :
Jika kalian maju terus kami peluk,
dan, kami siapkan kasur empuk
Jika kalian mundur,
kami akan berpisah
perpisahan yang tidak akan kenal ramah

1) Antilan Purba. Art Design Publising&Printing; Univ. Medan; Perpustakaan Nasional
2) Sutardji Cholzum Bachri.
    Sumber : Umar Fakhruddin. Developing Islamic Education; Uin. Sunan Kalijaga
3)  SHANON Ahmad. Pengkajian Ilmu Kemanusiaan; Univ. Sains Malaysia
4)  Mhd Darwinsyah Purba,S.Sos.
**Di Susun Oleh Komunitas Mahasiswa Pecinta Sastra (KOMPAS) STKIP PGRI Trenggalek.








LG Kompas2













 





 
 










MC900339982[1]



















































ORANG ARAB, JAWA, AMA AMERIKA
Cerpen Lucu - Ada orang jawa(bejo), orang arab(Hasan), dan orang amerika(Jack). Mereka bertiga naik pesawat bersama-sama. Pada saat setelah makan siang, jack mengeluarkan uang 100 US dollar, digunakan untuk membersihkan mulut, lalu dibuang. Bejo kaget bukan main. "Kenapa kamu buang duit 100 dollarmu itu?" tanya bejo. Jack menjawab," Amerika kan kaya, masih banyak dollar.". Lalu bejo melirik ke Hasan. Hasan mengeluarkan minyak wangi yang masih baru dan penuh, menyemprotkanya ke dada sedikit, lalu dilempar ke luar pesawat. Bejo kaget lagi," Lho!!?? Kenapa kamu buang tuh minyak? kan isinya masih banyak?" tanya bejo. Hasan menjawab," Arab kan kaya, masih banyak minyak! malah bagi orang2 sana, air lebih berharga dari minyak!" jawab Hasan. Lalu bejo tak mau kalah. Dia lempar orang keturunan Betawi disampingnya ke luar pesawat. Kali ini Hasan dan Jack yang jantungnya nyaris copot." Lho!!?? kenapa kamu buang orang betawi tadi?? Kan kasihan?" tanya Hasan. " Tenang aja! Indonesia kaya banget kok! Masih banyak, orang betawi yang hidup disana." Jawab Bejo

LAGU MARS STKIP PGRI TRENGGALEK
Serentak bersama-sama
Mengangkat citra trenggalek
dalam ujung sejarah
Prasasti kita miliki
STKI PPGRI trenggalek dihati

Itu janji pengabdian kita
tri darma perguruan tinggi
Tiada hari tanpa dharma bakti
Setulus hati demi bangsa negeri

Dengan pena berkarya cipta
Dengan pendidikan indonesia berjaya
Almamater bentuk karakter bangsa
Berakhlak mulia berpancasila
Dan undang-undang dasar empat lima

 
TUHAN SANDARAN KU
Karya: Novita T. D. K

Desiran ombak menghantam karang
Menggelegar bergemuruh saling berpautan
Ku bersandar di antara lambaian tangan pantai
Memandang laut lepas tanpa batas
Merasakan sepoinya angin laut
                Saat ku pejamkan mata
                Goresan cahaya masih jauh
MC900311646[1]                Aku yang belum bisa bersandar
                Takut di hantam badai ombak
                Di belenggu oleh kegelapan
Tuhan…….
Ku hanya seorang anak Hawa
Ku ingin kekuatan Iman
Ku ingin dekapan MU
Sampai mata ini benar terbuka
Sampai ku bisa berdiri di satu kaki


MENANTI TIBA
Karya: Aghilia

Jingga birunya
kalbu
sudah terbaca
pada batas cakrawala
semburatnya belum begitu nyata
sempurna
ia belum hadir bersama kata
hanya lewat sudut mata
tak mampu? tak berdaya?
bukan itu sebabnya
ia sengaja biarkan
langit membiru, mengangkasa
hingga tiba waktu bicara
ia kan datang bersama kanvas,
kuas dan cat merah muda
hingga tiba waktu berkata
ia hadir mengucap kalimat sederhana sarat makna
ia akan menyempurnakan kisahnya
dengan mahar surat cintaNYA









Ingin karya anda dimuat dalam buletin ini. Kirimkan karya anda ke email az_liz@ymail.com
Kritik dan saran hubungi : 087 756 595 734
 

2

 



MARI TERTAWA
 
































...Sambungan dari hal 1
yang di adakan Dewan Kesenian kota Blitar dan beberapa budaya – budaya yang menunjukan apresiasi kita sebagai Mahasiswa.
HMP KOMPAS juga sering mengadakan ivent – ivent seperti :
     _  LCP ( Lomba Cipta Puisi ) 
     _ Mengadakan pementasan-pementasan pada bulan bahasa setiap tahunnya
     _  Mengadakan seminar dan juga bedah buku
   Kompas yang telah berdiri selama 3 tahun ini pun, telah mendapat respone positive dari pihak kampus. Terutamanya hampir semua Dosen yang ada di STKIP PGRI TRENGGALEK. Kompas yang berdiri pada tahun 2009-2012 sangat di hargai. Kompas mempunyai peningkatan,  tapi peningkatan ini hanya karena Mahasiswanya mempunyai koordinasi dengan perguruan tinggi lain. Dalam artian kita siap keluar untuk  bergabung dengan perguruan lain. yang  tadinya hanya intern di trenggalek,  tapi di era akhir 2011 kita berkolaborasi. Itu artinya ada peningkatan. Semoga di tahun2 ke depan semakin maju dan sukses.

 
mu atau MU
Karya: Galang Bima Suhastra

Sudut sudut kota bercengkrama
Pada nestapa
Berpeluk erat pada biduk yang sekarat
Dan tak ada wang wong wing
Yang mampu mengeja namaMU
Gelir air kali di pinggir desa sunyi
Membawa sisa jiwa jiwa yang haus fatwa
Jauh dari subuh…
Dan tak ada pula wang wong wing
Yang mampu mengeja mu atau MU
Sementara itu
Gonggongan anjing anjing edan tak bertuhan
Menginjak injak Qur’an, yang mereka anggap kotoran??
Meludahi Hadist,yang mereka anggap kudis??
Lalu siapa yang mampu mengeja dengan benar??
mu atau MU??
mu atau MU??
yang membuat sekarat atau kuat
Menembus Sastra Melalui Kehidupan Individu (Manusia), Agama dan Sosial


   Perbincangan sastra tak bisa dipungkiri menjadi perbincangan menarik untuk dibahas. Hal ini disebabkan begitu banyak persoalan yang muncul sebagai bentuk penggugatan kepada pengarang atau seniman. Sebenarnya kalau kita kaji secara mendalam sastra muncul dalam diri kita semenjak tersentuhnya jiwa kita dalam kehidupan baik secara individual (manusia), agamis, dan sosial. Untuk itu perlu kita pelajari apa sebenarnya hubungan sastra dengan berbagai hal kehidupan.

...Bersambung Ke Hal 4

 
Mlarat atau konglomerat
Bangsat atau hebat
Sesat atau taat
Kumat atau sehat
Kuman atau pembersih badan
Sifat setan atau sifat rohman
bualan atau kejujuran
Hanya lamunan atau impian yang kan terwujudkan
Tak bertuhan atau pembela tuhan??
mu atau MU??
yang membawa perahu menepi di pelabuhan hidup
tempat pemberhentian terakhir
dari pelayaran yang penuh ombak dan gelombang
dan mu atau MU??
yang kan menepikan di pulau surga??
atau di jurang neraka??

















...sambungan dari hal 1
 yang di adakan Dewan Kesenian kota Blitar dan beberapa budaya – budaya yang menunjukan apresiasi kita sebagai Mahasiswa.
HMP KOMPAS juga sering mengadakan ivent – ivent seperti :
     _  LCP ( Lomba Cipta Puisi ) 
     _ Mengadakan pementasan-pementasan pada bulan bahasa setiap tahunnya
     _  Mengadakan seminar dan juga bedah buku
Kompas yang telah berdiri selama 3 tahun ini pun, telah mendapat respone positive dari pihak kampus. Terutamanya hampir semua Dosen yang ada di STKIP PGRI TRENGGALEK. Kompas yang berdiri pada tahun 2009-2012 sangat di hargai. Kompas mempunyai peningkatan,  tapi peningkatan ini hanya karena Mahasiswanya mempunyai koordinasi dengan perguruan tinggi lain. Dalam artian kita siap keluar untuk  bergabung dengan perguruan lain. yang  tadinya hanya intern di trenggalek,  tapi di era akhir 2011 kita berkolaborasi. Itu artinya ada peningkatan. Semoga di tahun2 ke depan semakin maju dan sukses. (Nov.)


 


3

 
 












































Share:

Blog Archive

Definition List


Selamat datang di Blog kecil kami. sebuah catatan perjalanan yang tak pernah usai.

Unordered List

Support